Sabtu, 10 Juli 2010

Belajar Malu dari Afrika Selatan

Ditulis ulang : Muhammad Ilham

Sepak bola adalah harga diri bangsa, dan ditengah banyaknya pengangguran di Spanyol akhir-akhir ini, kami ingin memberikan kebahagiaan tersendiri bagi rakyat Spanyol untuk bangga sebagai orang Spanyol (Iker Cassilas : Kiper La Furia Roja Spanyol)

Sepak bola bagi banyak negara tidak lagi olahraga semata. Tetapi sudah menjadi harkat dan martabat negara dan bangsa. Menjadi martabat karena tuntutan-tuntutan fundamental dalam sepak bola seperti sportivitas, kecepatan, kekuatan, kerjasama dan kecerdasan, telah menyatu dengan tuntutan fundamental bangsa itu. Kekalahan dan kemenangan dianggap mewakili harga diri bangsa. Karena itu kemenangan dihargai setinggi langit, sedangkan kekalahan dicampak ke dasar jurang yang paling dalam. Semua negara yang bermartabat dan beradab dalam sepak bola tahu akan risiko itu. Tahu apa artinya menang, dan tahu pula apa artinya kalah.

Ada sejumlah perkara menarik dari Piala Dunia yang tengah berlangsung di Afrika Selatan sekarang ini. Sejumlah pelatih mengundurkan diri atau dipecat segera setelah timnya kalah. Pelatih Carlos Dunga dari Brasil yang memang berniat mengundurkan diri ditendang begitu Brasil disingkirkan Belanda. Pelatih Paraguay Gerardo Martino mengundurkan diri dengan sukarela begitu kesebelasannya disingkirkan Spanyol dalam laga yang mencekam. Dia tidak menangisi kekalahan tetapi justru menangis ketika Paraguay menang adu penalti lawan Jepang di perdelapan final. Nasib pelatih fenomenal Argentina, Maradona pun di ujung tanduk. Dia sedang menunggu keputusan apakah akan terus menjadi pelatih atau diberhentikan menyusul kekalahan memalukan 4-0 dari Jerman di perempat final. Dia diduga akan selamat karena memperoleh dukungan kuat dari para pemain yang menginginkan Maradona tetap bersama mereka.

Sama juga dengan nasib tiga pelatih negara raksasa sepakbola lainnya yang tersingkir di babak-babak awal. Rayomond Domenech dari Prancis sempat dipanggil memberi keterangan di Parlemen karena Prancis tersingkir di babak penyisihan. Marcelo Lipi dari Italia dan Fabio Capello dari Inggris pun menunggu nasib karena dianggap telah memalukan bangsa dan negara. Para pemimpin negara-negara yang bermutu dan beradab dalam sepak bola pun mempertontonkan keadaban juga dalam kegembiraan dan kesedihan. Kanselir Jerman Angela Merkel selalu bangkit dari tempat duduk berteriak dan mengangkat kedua tangan setiap kali pemain Jerman menjebol gawang lawan. Tetapi dia meminta maaf kepada Perdana Menteri Inggris David Cameron yang nonton bareng dengannya ketika wasit tidak mensahkan gol Frank Lampard dalam pertandingan Inggris-Jerman yang berakhir dengan kekalahan menyesakkan bagi pasukan Inggris. Sepak bola dunia dan dunia sepak bola telah menghadirkan keadaban yang semakin enak ditonton. Keadaban yang timbul karena mereka sadar publik adalah roh dari seluruh pertandingan dan permainan.

Di Indonesia? Sepak bola di negeri kita belum memiliki adab sebagai pertandingan, tetapi sebatas eksploitasi pengurusnya sebagai permainan belaka. Tidak ada budaya malu sebagai pengurus, sebagai pemain, bahkan juga sebagai penguasa. Kita, memang baru sebatas negara dan bangsa yang puas menonton piala dunia. Itu pun hanya dari nonton bareng (:::: c: mediaindonesia.com & metrotvnews.com)

Tidak ada komentar: