Ditulis ulang : Muhammad Ilham
Ada satu artikel menarik yang bersumber dari apakabar@clark.net berkaitan dengan berbagai konspirasi menjelang meletusnya Gerakan 30 September 1965. Artikel ini memberi sudut pandang baru mengenai siapa yang bermain sekaligus yang punya hajat di balik gerakan yang bermuara pada kejatuhan Presiden Sukarno pada 1966 tersebut.
Sudut pandang baru yang dimaksud adalah keterlibatan jaringan intelijen binaan Van der Plas, mantan Gubernur Jawa Timur di era penjajahan Belanda, dalam merajut persekutuan badan intelijen Amerika CIA dan badan intelijen Inggris MI-6. Sejauhmana validitas dan akurasi tulisan ini, kami serahkan sepenuhnya pada peniaian sidang pembaca. Ikuti kisah selengkapnya di bawah ini. Semasa penjajahan Belanda di Indonesia, ada seorang pejabat pemerintahan kolonia Belanda yang namanya cukup sohor di kawasan Jawa Timur Dial ah Chr Van der Plas, mantan Gubernur Jawa Timur. Van der Plas, Gubernur Jawa Timur yang menguasai beberapa bahasa daerah, bahasa Arab, Cina selain bahasa-bahasa Barat, dengan licik, berhasil membina keluarga-keluarga BB Ambtenar dan guru-guru agama, pesantren-pesantren dan organisasi keagamaan hingga secara lihai mereka dapat dikendalikan untuk kepentingan kolonialis.
Dalam masa pendudukan Jepang, Van der Plas, mengendalikan jaringan intel Sekutu di Indonesia dari Australia, termasuk dalam jaringanya adalah orang-orang dari jalur Dr. Van Mook seperti, Mr.Amir Syarifudin (pernah menjadi P.M.- memberontak sebagai PKI di Madiun) DR.Soemitro (beberapa kali jadi menteri, master agent Sekutu, koordinator penyalur senjata dan dana dari Singapura untuk PRRI-Permesta) dari jalur Van der Plas seperti Dr.Soebandrio, beberapa Kyai baik di Jawa, Sumatra maupun di Kalimantan, a.l. H. Hasan Basri, Kyai I.R. dari Jatim beberapa Perwira Udara a.l. Soedj, Roes, juga anak seorang ambtenaar Belanda, Soemarsono (ketua Pesindo, proklamator negara Sovyet di Madiun th.1948 – salah satu pemberontakan terhadap Republik Indonesia bikinan Van der Plas) dsb, sekarang tinggal di Australia dan menjadi warga negaranya. Termasuk dalam – Van der Plas Connection – juga tokoh seperti Walikota Solo, Utomo Ramelan yang secara nyata dan vokal mendukung Dewan Revolusi G 30 S, hal ini bukan peristiwa yang tanpa rencana. Sedangkan dari CDB PKI saja waktu itu tidak ada yang mengeluarkan statement dukungannya. Dari sini terlihat benang merah, yang menghubungkan Dr.Bandrio dengan Utomo Ramelan, dengan jelas. Ramelan, bapaknya Utomo adalah Ambtenaar PID (polisi rahasia Belanda) yang kerjanya mengkhianati bangsanya saja, Utomo mempunyai saudara perempuan Utami Ramelan Suryadarma, sekualitas dengan kakak dan bapaknya.
Subandrio yang licik dan licin dengan melalui istrinya, yang anggauta PSI berhasil menempel pada Sutan Syahrir, hingga berhasil diangkat jadi Duta Besar, kemudian Kepala BPI yang terus dirangkap selama jadi Menteri Luar Negri maupun jadi Waperdam I, sesudah Menteri Pertama Djuanda meninggal dunia dalam tahun 1963. Perangkapan sebagai kepala BPI ini adalah saran dari -Van der Plas Connection ( CIA – MI 6 – Sekutu). Tatkala Roeslan Abdulgani menjadi Menteri Luar Negeri, Bandrio yang duta besar di Moskow, ditarik, dijadikan Sekretaris Jendral (dari jabatan politik ke administrasi, karena antara keduanya ada rivalitas). Justru dari jabatan ini Bandrio ada kesempatan mengkonsolidasi bagian intel dari beberapa instansi yaitu Departemen Luar Negeri, Departemen Pertahanan dan Departemen Dalam Negeri (Kepolisian menjadi BPI, Badan Pusat Intelijen, dan dia mengepalainya, tentunya atas nasihat dan arahan Van der Plas) . Dengan kedudukanya sebagai Kepala Badan Pusat Intelejen, Waperdam dengan otoritas yang ada ditangannya bersamaan dengan dukungan jaringan intel luar negeri (Sekutu) jalan terbuka baginya guna meraih kedudukan nomer satu di Indonesia. Dengan adanya amanah Bung Karno kepada Yani, Bandrio harus bekerja lebih keras. Dia mulai membuat manuver manuver politik yang menyenangkan PKI dan bekerja sama dengan harapan mendapatkan dukungan politik PKI.
Dalam bulan Agustus 1965, datang sebuah Tim Dokter RRC, setelah mengadakan pemeriksaan kesehatan Bung Karno, berkesimpulan penyakit Bung Karno adalah serius tak boleh diabaikan. Bagi Bandrio dan PKI berita ini adalah sangat menyentakkan. Sejak saat itu, mulai terjadi kegiatan dan manuver-manuver politik yang luar biasa. Bandrio melancarkan move-move politik dan PKI yang merasa belum siap sangat khawatir akan diterkam oleh AD (dokumen Gilchrist dsb). Lebih baik melakukan ofensif revolusioner daripada diam dan defensif. Mereka bergegas untuk membuat persiapan-persiapan, guna menyingkirkan Jend. A.Yani dan para perwira pimpinan Angkatan Darat. Karena mereka sesudah penumpasan pemberontakan lebih terkonsolidasi, perhitungan Bandrio jika hanya Yani yang disingkirkan, kemungkinan Nasution akan dapat dimunculkan, maka Nasution segera dimasukkan juga dalam daftar untuk dihabisi. Dengan persiapan yang tergesa-gesa dan kurang cermat dan tidak rapi tersebut menjadikan para pelaksana penculikan tidak mampu membedakan antara Nasution dan Letnan Tendean, yang membuat lolosnya Nasution dari penculikan dan pembunuhan.
PKI segera meluncurkan kampanye politiknya, dengan melontarkan tudingan bahwa para perwira Pimpinan AD adalah fasis yang merencanakan kup ternadap Bung Karno dengan membentuk Dewan Jendral. Pengertian Fasis adalah militer (yang ganas dan rakus) yang bekerja sama dengan kaum kapitalis (disini dikenal sebagai cukong, konglomerat). Sepanjang pengetahuan orang banyak, para jenderal Pimpinan AD tsb., tidak ada yang dikenal sebagai tukang dagang apalagi mempunyai cukong, maka tudingan fasis dari PKI tersebut jauh meleset dan kurang mendapat sambutan dari masyarakat bahkan oleh masyarakat mereka dinilai tertib, jujur dan disiplin. Partai yang memberikan dukungan utama kepada Bung Karno dalam meluncurkan politik penggalangan negara Nefos (New Emerging Forces). Strategi politik ini, mengancam strategi politik Amerika Serikat, yang dalam rangka perang dingin menginginkan hanya ada dua kubu saja, kubu Kapitalis dan kubu Komunis. Bung Karno ingin menggalang kekuatan negara-negara berkembang, menjadi kubu ketiga karena PKI dalam hal ini merupakan pendukung utama, maka PKI selalu mendapat perlindungan dan dukungan Bung Karno, jika ada yang mengganggu atau menentangnya. Sejak akhir tahun 1962, setelah Irian Jaya kembali ke pangkuan RI, PKI mengadakan evaluasi diri, mengapa sejak aktif kembali sudah hampir 15 tahun mulai 1949, belum juga dapat meraih kekuasaan, sedang dalam Pemilu 1955 sudah menjadi salah satu dari empat besar. Diluar negeri partai komunis dengan massa 10% saja sudah dapat meraih kekuasaan dengan mudah.
Mereka menemukan kesalahan tsb.yaitu PKI telah menerapkan strategi politik yang keliru, yaitu strategi ‘konformisme’ menyesuaikan diri dengan garis politik Pemerintahan Nasional -Bung Karno. Maka PKI segera mengambil keputusan untuk beralih ke strategi ‘konfrontasi’ sesuai dengan garis perjoangan kominis yaitu ‘Klassen Strijd’, pertentangan kelas. Aidit dan Nyoto ke Moskow untuk menyampaikan keputusan tsb., tetapi justru mendapat marah dari bos Partai Komunis Sovyet, yang tidak dapat menyetujuinya, karena kerjasama dengan pimpinan borjuis nasional seperti Bung Karno masih diperlukan dalam menghadapi kapitalis Amerika Serikat. Dengan adanya tokoh seperti Bung Karno, dapat digunakan menarik negara-negara berkembang disisi komunis.
Aidit Tokoh yang Misterius
Aidit merupakan tokoh yang misterius, dia dengan alasan untuk melaksanakan alih strategi politik yaitu “-konfrontasi-” dalam rangka mengemban misi dari induk jaringanya lewat Sam, Van der Plas connection, guna menyesuaikan agenda waktu yang sudah ditentukan oleh jaringan tersebut dalam upaya hendak menggoncang Indonesia. Maka baginya tidak ada jalan lain selain beralih kiblat ke Beijing, yang masih berwawasan nasional / lokal yang menerapkan doktrin, -kekuasaan ada di ujung bedil- desa mengepung kota – berkonfrontasi dengan penguasa nasional, hal yang tidak dapat dielakkan. Dengan menerapkan strategi politik konfrontasi tersebut, akan sesuai dengan agenda waktu yang sudah ditentukan Van der Plas connection – (Sekutu) untuk menggoncang Indonesia dalam rangka menyingkirkan Presiden Soekarno. Sebagai realisasi strategi -konfrontasi- tsb, dilancarkan Gerakan Aksi Sefihak, yang menimbulkan antagonisme dan konflik konflik dengan partai dan golongan lain, seperti a.l. Masyumi, PSI, PNI, NU dan AD serta lain-lain kelompok. Menciptakan setan-setan kota dan setan desa, kabir (kapitalis birokrat), dsb. yang membikin suasana politik semakin panas, seperti, Peristiwa Bandar Betsi, Jonggol, Boyolali, Klaten dll. Kekuatan yang menentang aksi-aksi PKI tsb. dituding oleh Bung Karno sebagai kaum kontrev (kontra revolusioner), komunisto fobi dan reaksioner, karena tidak berani melakukan kompetisi revolusioner. Terhadap AD, oleh PKI diluncurkan tuduhan bahwa pimpinannya membentuk Dewan Jendral yang mau mengekup Bung Karno .
Bung Karno secara sistematis dihasut bahwa para jendral tersebut. tidak dapat dipercaya maka adalah mendesak untuk dibentuk Angkatan ke V, dengan mempersenjatai buruh dan tani. Hasil Hasutan tersebut membuat sikap Bung Karno mendua. RRC politis mendukung usul PKI tersebut dan bersedia untuk membantu persenjataanya. Sikap mendua Bung Karno, dimanfaatkan dengan pengiriman senjata secara diam-diam dari Beijing ke Jakarta, baik dengan pesawat-pesawat Hercules maupun dengan kapal laut, yang dibaurkan dengan pengiriman barang-barang untuk Asian Games. Semua usaha ekstra PKI tersebut dilakukan karena partainya belum siap dan merasa dirinya berada dalam keadaan kritis, sejak diketahui sakitnya Bung Karno yang serius. Menyangkut rencana PKI terhadap Yani, Bandrio terus mendukungnya sepanjang paralel dengan rencana dan keuntungannya sendiri, bahkan mengipas dan mendorongnya, agar PKI segera bertindak. Di depan sidang para menteri bersama para panglima daerah dan para gubernur, (waktu itu unsur PKI sudah ada yang duduk dalam kabinet menjadi menteri) Jendral A Yani secara terus terang atas nama para panglima daerah menyatakan, menolak dibentuknya angkatan ke lima usulan PKI dengan mempersenjatai buruh dan tani. Dengan menarik pelajaran dari pengalaman tahun 45-an, adanya Biro Perjuangan – TNI-Masyarakat, hanya menimbulkan konflik dan perpecahan yang memperlemah bahkan merusak kekuatan nasional. A Yani juga menyatakan ketidak senangannya PKI diberi posisi didalam kabinet.
Aidit tokoh muda PKI yang misterius. Sejak 1948 (affair Madiun) tertawan di Solo, dapat lolos dari tahanan di Solo, terus meloloskan diri ke luar negri, lewat Surabaya meskipun Surabaya dan sekitarnya diduduki oleh Inggris – Belanda. Aidit adalah sekelompok dengan Soemarsono (Ketua Pesindo yang melakukan proklamasi negara Sovyet dari Madiun atas suruhan Van der Plas, maka dapat lolos sewaktu tahun 1948 terus ke Australia dan selanjutnya menjadi warga negaranya). Demikian pula Sam Kamaruszaman adalah sekelompok dengan mereka itu. Dari peristiwa ini sudah jelas, siapa-siapa mereka itu ialah agen-agen Sekutu-Belanda maupun komunis. Tanggal 19 Desember 1948 Belanda melakukan Aksi Militer ke II dengan penyerbuan ke wilayah Republik Indonesia tiga bulan sebelumnya yaitu pada tanggal 18 September 1948,Van der Plas menyuruh PKI berontak di Madiun (dengan proklamasi negara sovyet tersebut), guna memperlemah Republik Indonesia. Namun TNI berhasil menumpas pemberontakan PKI, bahkan Mr.Amir Syarifudin anggauta jalur Van Mook (pernah jadi Perdana Mentri RI) tertawan didesa Klambu, Purwodadi Jawa Tengah, bersama-sama tokoh-tokoh PKI lainya. Kecurangan Belanda dengan siasat adu domba dapat kita patahkan sebelum Belanda menyerbu wilayah Republik Indonesia pada tanggal 19 Desember 1948 tersebut. Setelah beberapa tahun di luar negri, Aidit kemudian dapat diselundupkan kembali ke dalam negri, berkat reka-daya Sam Kamaruszaman. Sejak datang kembali, karier politiknya dengan lancar dan cepat terus menanjak seperti diroketkan, hingga menjadi bos partai Sekjen PKI, Ketua Politbiro CC PKI (sebagaimana biasanya seseorang yang diorbitkan, selalu diatur kariernya).
Hubungan khusus antara Aidit dengan Sam ini kemudian dibakukan dengan dibentuknya Biro Khusus yang diketuai oleh Sam yang hanya bertanggung jawab kepada ketua Politbiro/Sekjen PKI seorang yaitu Aidit (dengan alasan mengingat kerahasiaan yang harus dijaga, membina anggauta Angkatan Bersenjata tidak boleh diketahui oleh orang banyak, cukup dua orang saja). Keputusan dari PKI mengenai G30S hanya diketahui oleh dua orang tersebut, yang oleh Sudisman dikritik sebagai keputusan avonturisme. Pada tanggal 1 Oktober 1965 tengah malam, Aidit disuruh oleh Sam untuk segera naik pesawat yang sudah tersedia untuk terbang ke Yogya hanya bersama pendampingnya Kusno, dan diberi tahu, bahwa nantinya di Yogya akan dijemput oleh Ketua CDB PKI Yogya. Kenyataanya setiba di Yogya tidak ada seorangpun yang datang menjemputnya Hanya diantarkan oleh pendamping dan seorang sopir dari AURI, bertiga kemudian menuju ke rumah Ketua CDB PKI Yogya.
Kenyataanya setiba di Yogya tidak ada seorangpun yang datang menjemputnya Hanya diantarkan oleh pendamping dan seorang sopir dari AURI, bertiga kemudian menuju ke rumah Ketua CDB PKI.Yogya. Setibanya ditempat yang dikira rumah Ketua CDB, pada waktu diketuk pintunya, ternyata adalah rumah tokoh NU. Keberadaan Aidit di Yogya dengan demikian telah diketahui fihak lain, maka untuk menghilangkan jejak, kemudian perjalanan diteruskan ke Salatiga. Beberapa hari kemudian baru melanjutkan perjalanan ke Solo dengan mendapatkan jemputan kendaraan yang dikendarai oleh seorang Cina jago kunthau dari Solo. Tetapi akhirnya tertangkap hidup-hidup setelah beberapa waktu berada di Solo.
Sesampainya Aidit di Solo, dia ditempatkan secara terus berpindah-pindah. Semula disinyalir di Lojigandrung kediaman resmi Walikota Utomo Ramelan, kemudian dipindahkan ke kampung Keparen (sebelah Selatan Pasar Singosaren) dirumah Jupri Prio Wiguno, anggauta PKI malam (jaringan Van der Plas). Beberapa hari Aidit berada di Keparen, kemudian dijemput oleh Sri Harto, penghubung Aidit – Bandrio. Dengan menyerahkan tanda bukti berupa sesobek kertas krep yang bertanda tangan, sedangkan sobekan yang lainya berada ditangan tuan rumah ialah Jupri tersebut. Setelah sobekan tersebut dicocokan dan memang cocok, maka Aidit diserah terimakan oleh Jupri kepada Sri Harto. Setelah serah terima tersebut, Aidit dengan diboncengkan scooter, dibawa ke rumah KRT. Sutarwo Hardjomiguno di desa Palur sebuah desa disebelah timur kota Solo. Beberapa hari berada di Palur dia sempat berkeliling kota Solo, bahkan sempat menengok markas CC PKI Solo. Kemudian dipindahkan kerumah Sri Harto penghubung tersebut di kampung Kleco yang terletak dibelakang Markas Resimen, dirumah tersebut Aidit tinggal beberapa hari lamanya. Setelah mengambil Aidit dari Keparen Sri Harto melaporkan tentang keberadaan Aidit, kepada para senior Pemuda-Pelajar (Suhari alm. Dan seorang lagi). Menurut keteranganya karena dia merasa ngeri, melihat perkembangan keadaan, batalion TNI-AD, K, L dan M di Solo telah banyak disusupi PKI. Demikian pula dengan CPM, sehingga banyak tahanan-tahanan penting dapat lolos, antara lain seperti tokoh PKI anggauta Politbiro Ir.Sakirman, sopir Cina penjemput Aidit dari Salatiga dll. Sri Harto percaya kepada para Pemuda-Pelajar dan merasa aman, karena melihat sepak terjang dan perjoangannya sewaktu bergerilya melawan Belanda, perang menumpas pemberontakan PKI 1948 dan waktu itu dalam menghadapi G 30 S di Solo.
Setelah Sri Harto memberi laporan tentang keberadaan Aidit tersebut, siasat segera disusun. Untuk menambah kepercayaan Aidit, Sri Harto diberi pengawalan oleh dua orang dari para Pemuda-Pelajar, sekaligus untuk mengawasinya, apakah Sri Harto jujur atau tidak dan kepadanja diberi sepucuk pistol untuk peganganya . Oleh para senior hal tersebut segera dilaporkan kepada Kol.Yasir yang rupa-rupanya kurang percaya bahkan minta apa jaminanya jika bohong. Jawaban Suhari dia bersedia ditembak mati apabila laporanya tidak benar, karena mereka itu berjoang didorong oleh keyakinanya tiada pamrih pribadi demi untuk menegakkan Republik Indonesia yang mereka ikut mendirikanya.. Keberadaan Aidit di Solo, sudah beberapa hari dibuntuti, sesuai kesepakatan dengan Sri Harto. Laporan kepada Kol.Yasir tersebut rupa-rupanya bocor. Rumah dimana Aidit ditempatkan, ternyata digerebeg oleh sepasukan polisi yang selama itu tidak berperan aktif, dan penyerbuan tersebut sama sekali tidak ada koordinasi, dimaksud hanya untuk menciptakan kekalutan belaka.
Kemudian ketahuan, bahwa Sekretaris Pekuper dari Kol. Yasir, yaitu Letkol Muklis Ari Sudewo, adalah seorang komunis yang mempengaruhi polisi untuk melakukan penyergapan, padahal selama kampanye melawan G30S tidak berperan. Sergapan tersebut karena tanpa koordinasi, hampir menimbulkan bentrokan dengan Pemuda Pelajar yang bertugas untuk mengamat-amati Aidit. Beruntung bahwa sebelumnya Aidit sudah dipindahkan ke kampung Sambeng. Letnan Sembiring (terakhir jendral) yang mengejarnya di Pati tetapi tidak berhasil menangkap, teryata memergoki Muklis Ari Sudewo di Solo, ia menjadi orang kedua Pekuper. Dalam tubuh AD di Solo masih banyak unsur-unsur komunis (bagian operasi, Kapt. Hardijo, CPM a.l Lettu Abu) dll.
Kericuhan dalam operasi sering terjadi karena Pemuda Pelajar sering dijerumuskan kalau melakukan patroli terutama di malam hari, rupa-rupanya unsur-unsur PKI sudah terlebih dahulu diberitahu. Tetapi berkat pengalaman, dapat mencium gelagat yang tidak baik dan tipuan-tipuan tersebut dapat dihindari. Maka setelah itu mereka membuat gerak tipu sendiri sehingga dapat menangkap dan merampas banyak unsur-unsur PKI dan persenjataanya. Kekalutan di Solo ditambah dengan sering bentroknya golongan Islam dengan golongan Nasionalis yang juga banyak dari mereka itu yang diadu domba dan menjadi korban dibantai oleh komunis, menjadikan keadaan bertambah rawan. Sri Harto adalah Ketua SBIM (Sarekat Buruh Industri Metal) di pabrik panci Blima. Bapaknya Sri Harto adalah seorang dari kalangan atas Mangkunegaran, KRT. Sutarwo Hardjomiguno, lincah luwes hingga mampu kekanan-kekiri (kemungkinan besar berada dalam jaringan Van der Plas, karena dapat ketempatan Aidit tanpa bocor). Kakak Sri Harto menjadi Asisten Wedana (PKI) di Klego daerah Boyolali, yang dinilai banyak merugikan dan menteror rakyat, maka dihabisi oleh rakyat sendiri. Sri Harto mendapatkan kepercayaan untuk menjadi penghubung Bandrio – Aidit, tetapi karena dia kurang teguh dan ngeri akhirnya membuka kedoknya sendiri, mencari selamat dengan melaporkan tentang keberadaan Aidit di Solo tersebut kepada para senior Pemuda Pelajar.
Aidit Tertangkap
Saat rumah dimana Aidit tersebut ditempatkan digerebeg oleh sepasukan polisi, Aidit sudah dipindahkan ke kampung Sambeng. Sore harinya Kol.Yasir melakukan operasi penggerebegan baik ke rumah dimana Aidit ditempatkan pada waktu siangnya maupun ke seluruh kampung.Tetapi hingga sekitar pukul 22.00 malam, Aidit belum juga dapat diketemukan. Kemudian operasi dihentikan dan pasukan tentara ditarik dari kampung Sambeng, beberapa ditinggalkan untuk mengamat-amati. Para senior Pemuda-Pelajar yang memberikan laporan kepada Kol.Yasir merasa sangat terpukul dan kecewa, karena selain kena tuduhan pembohong juga telah memberikan jaminan, jika bohong, bersedia untuk ditembak mati. Mereka berkeyakinan bahwa Aidit pasti masih berada dirumah dimana siangnya ditempatkan atau paling tidak masih dikampung Sambeng tersebut. Para senior Pemuda-Pelajar, kemudian mengambil inisiatif untuk menggeledah dan memagar betis kampung dan rumah tersebut dengan mengerahkan teman-temannya, meskipun mereka menanggung risiko karena berlakunya jam malam. Terutama rumah yang sudah digeledah tersebut digeledah lebih intensif lagi, tetapi tetap tidak diketemukan Aidit.
Hanya didalam sebuah almari yang kosong dan menempel rapat dengan dinding penyekat rumah ditemukan sebuah celana dalam, berinitial DA, yang diduga adalah milik Aidit. Rumah tersebut dihuni oleh seorang yang sudah tua, seorang pensiunan pegawai Bea & Cukai bersama cucunya yang gadis remaja. Sudah susah payah dari pagi sampai tengah malam belum juga mendapat hasil, salah seorang senior Pemuda-Pelajar menemukan akal, dengan menggertak orang tua penghuni tersebut, jika tetap tidak mau mengaku dimana Aidit berada, cucunya akan dipermalukan didepannya. Dengan gertakan demikian orang tua tersebut akhirnya mengaku bahwa Aidit berada dibelakang almari kosong tersebut. Sewaktu dibantah mana mungkin, karena almari tersebut rapat dengan dinding. Mendapat jawaban, bahwa dinding belakang almari tersebut merupakan pintu dan dinding sekat rumah tersebut yang rangkap dengan rongga sekitar 50-60 cm. Ternyata waktu dinding belakang almari tersebut dibuka, Aidit masih berada didalam rongga dinding sekat rumah tersebut Aidit disilahkan keluar dan kemudian diserahkan kepada Kol.Yasir langsung diLojigandrung. Operasi penggeledahan tahap kedua yang dilakukan oleh para Pemuda Pelajar ini, didampingi oleh Letnan Ning, hingga merupakan tindakan yang berada dibawah petugas resmi .
Tertangkapnya Aidit tersebut segera dilaporkan ke Jakarta oleh Kolonel Yasir, kemudian diperintahkan langsung oleh Jendral Soeharto agar pada kesempatan pertama Aidit dibawa ke Jakarta. Konon kemudian didapat kabar bahwa dalam perjalanan ke Jakarta tersebut ditengah jalan Aidit dihabisi dan tak tentu rimbanya. Hal ini menimbulkan tanda tanya, mengapa seorang tokoh yang demikian penting, selain Sekjen PKI, juga menyandang jabatan resmi sebagai Menko dihabisi begitu saja? Mengapa tidak dikorek keteranganya hingga tuntas dan diajukan ke Pengadilan hingga masyarakat umum mengetahui secara terbuka. Dalam hal ini sangat terasa adanya sesuatu yang disembunyikan dan merupakan misteri besar. Apakah ada hubunganya dengan kemisteriusan tokoh Aidit? Tertangkapnya Aidit di Solo ini membuka tabir adanya hubungan Aidit dengan Bandrio dan dengan jaringan Van der Plas ( a.l. Jendral Soeharto, yang memerintahkan menghabisi). Suatu konspirasi yang sangat kejam dan telah memakan korban besar dikalangan rakyat.banyak, baik yang komunis maupun yang non komunis ..... (Bersambung .. !!)