
Di Eropa rempah-rempah terutama digunakan untuk pengawetan makanan. Panen yang gagal, makanan yang mulai rusak, hanya bisa dimakan jika diberi garam dan merica yang banyak. Pada tahun 408 kaum Visigoth meminta tebusan emas, perak dan merica agar mereka menghentikan mengepung Roma. Sebuah daftar harga abad ke 14 memperlihatkan harga satu pon pala adalah senilai tujuh ekor lembu gemuk. Waktu itu juga dikenal istilah ‘peppercorn rent’ yaitu membayar sewa kamar dengan merica saking harganya mahal. Pedagang arab sebagai perantara rempah-rempah ini berusaha agar orang Eropa tidak mengetahui asal muasal rempah-rempah. Pada abad ke 5 SM Herodotus tertipu oleh kisah pedagang arab yang mengatakan bahwa kayu manis berasal dari pegunungan di Arabia. Kayu manis ini dijaga oleh burung buas yang sarangnya terbuat dari kayu manis ditebing yang curam. Burung itu diberi umpan keledai segar dan ketika burung ini berusaha mengambil daging keledai dia terhempas ketanah, sehingga pedagang arab itu bisa naik mengambil sarang burung itu.
Ketika Turki jatuh ke Ottoman pada 1453, mereka menutup jalur rempah-rempah yang biasa dilalui arab ke Venesia, sehingga perdagangan harus melalui Mesir yang menaikkan pajak rempah-rempah sampai 30 %. Kelaparan akan rempah-rempah yang dimonopoli pedagang Mesir dan Venesia ini memaksa para raja-raja Eropa untuk mendanai kapal-kapal untuk berburu rempah-rempah langsung ke India. Sebetulnya secara khusus perjalanan diarahkan ke Selat Malaka, sebuah pusat perdagangan rempah-rempah dan konon gerbang menuju sebuah pulau rempah-rempah. Pembiayaan perjalanan ini sangat beresiko karena hanya setengah dari kapal-kapal tersebut yang bisa kembali. Mereka meyakini ‘siapapun yang menguasai Malaka akan memegang tenggorokan Venesia’. Ketika penjelajah Portugis datang ke Lisbon dari India dengan membawa banyak rempah-rempah, Venesia dan Mesir tertegun, harga lada di Lisbon turun sampai seperlima harga di Venesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar