Mitos "dibodohkan" orang modern karena orang modern "memitoskan" kemodern-an mereka (Ali Shariati)
Jangan cari arti teks, tapi pahami bagaimana teks itu difungsikan... ! (Gadamer)
Jangan cari arti teks, tapi pahami bagaimana teks itu difungsikan... ! (Gadamer)

Terkadang kita sering menertawakan "nenek moyang". Mitos yang lahir dalam dunia dan masa "antah barantah", zaman dahulu-kala (sudah dahulu ditambah kala lagi) dianggap sebagai sesuatu yang tak berguna, a-historis, merendahkan akal, membuat "dunia" tertawa dan seterusnya, yang pada dasarnya ingin mengatakan : "mengapa nenek moyang kita dahulu tidak seperti SPA - Socrates, Plato dan Aristoteles - yang meninggalkan warisan "pola asah logika", bukan mitos yang membuat logika tidak pernah matching ?". Mitos yang oleh C.A. van Peursen (Strategie van-de Cultuur, 1981) dianggap sebuah cerita yang hanya memberikan pedoman dan arah tertentu, dan biasanya universal, kepada sekelompok orang. Inti-inti cerita itu berbicara mengenai lambang-lambang yang mencetuskan pengalaman manusia: kebaikan dan kejahatan, kehidupan-kematian, dosa dan penyucian, perkawinan-kesuburan, dan kehidupan setelah mati. Mitos, bagi van Peursen, bukan hanya sebuah dongeng, ia merupakan rumah pengetahuan bermasyarakat yang di dalamnya terdapat nilai-nilai kearifan. Sampai di sini pengertian mitos masih berbicara dalam salah satu bagian dari kearifan lokal suatu masyarakat dengan berbagai ekspresinya. Peradaban bergeser, maka makna kata dari mitos pun terdegradasi. Definisinya jauh telah berubah dari apa yang dulu coba disandingkan untuk membungkusnya. Ia tereduksi menjadi pengertian yang maknanya sama dengan kata “bohong”, “khayalan”, “asbun”, “bullshit”, dan kata-kata lain yang menghancurkan keingintahuan kita untuk mendalaminya. Ia menutup bentuk-bentuk kearifan lokal dan tradisi masyarakat nusantara yang sarat akan nilai dan filosofi. Ia telah terjatuh dalam sebuah himpunan .... tak berguna!.

Ketika masih kecil, ada sebuah mitos yang sangat sering didengar bahwa di setiap pohon yang ada mata airnya ditunggui makhluk halus. Ini mitos untuk menyampaikan ajaran bahwa menghargai lingkungan hidup mutlak diperlukan untuk kelestarian sumber air. Apalagi fungsi pohon adalah tempat pelindung air agar bumi tidak terlalu panas dan menguapkan air ke angkasa. Kita sering diingatkan agar jangan pipis sembarang tempat, karena setiap tempat ada penjaga-nya. Harus minta izin terlebih dahulu, walau tidak pada manusia. Karena banyak orang yang menangkap ini sebagai mitos, maka banyak sudut-sudut bangunan di muka bumi ini yang berbau aring. Nenek moyang kita dahulu pada dasarnya ingin mengajarkan, minta izin itu penting, bukan hanya pada manusia, pada "makhluk lain" dan binatang, juga mutlak dilakukan, karena bumi ini bukan hanya dihuni oleh manusia saja. Dan karena tidak minta izin pada alam (dengan mempelajari apakah layak ditebang atau tidak), akhirnya banjir dan longsor sering terjadi.
Nenek moyang kita lebih arif dan luas dalam memahami segala sesuatu. Itu artinya mereka lebih cerdas dari kita yang secara apriori beranggapan bahwa mitos adalah sesuatu yang tidak perlu dan bahkan secara frontal menuduh sebagai musyrik, bidah, khurofat, takhayul terhadap sebuah mitos. Kenapa tuduhan ini terjadi? Ini berawal dari ketika Logika (logos) "dituhankan". Mitos versus logos yang akhirnya dimenangkan oleh logos. Mitos kemudian dijauhkan dari wacana ilmu pengetahuan modern saat ini. Termasuk yang menyingkirkan peran mitos adalah berkembangnya penafsiran terhadap agama secara “modern.” Padahal, Ali Shariati ketika membedah Imam Mahdi dalam perspektif Syi'ah mengatakan bahwa apabila agama yang dipahami melulu dengan rasio atau akal, justeru memiskinkan hakekat agama itu sendiri. Agama tidak lebih dipahami sebagai benda, yang bisa dianalisa, dipotret, dipotong-potong oleh pisau bedah ilmu dan kemudian hanya diletakkan di laboratorium-laboratorium universitas. Agama dalam pengertian seperti ini tidak akan berkembang sebagai jalan dan petunjuk hidup manusia yang bercahaya terang benderang yang menerangi eksistensi manusia. Agama pun mengalami reduksi makna besar-besaran .... (wallahu'alam, semoga saya salah)
:: terinspirasi dari diskusi diantara kawan-kawan kampus .. !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar