Jumat, 27 Desember 2013

Kriminalisasi Pemikiran Kelompok Intoleran


Menurut Muhammad Ilham, fenomena tersebut sebagai bentuk "Kriminalisasi Pemikiran" yang dilakukan oleh segelintir orang yang tidak mengakui kebhinekaan di Indonesia.  Dalam aspek manapun, penyerangan termasuk rencana penyerangan, adalah sesuatu yang menyalahi 'semangat bernegara'. Tidak ada dasar juridis maupun historis orang melakukan penghancuran sebuah tradisi keilmuan, ujar dosen sejarah dan sosiologi politik itu, Sabtu (23/11). 


IRAN RADIO BROADCASTING (irib) - Sebuah lembaga kecil di Yogyakarta baru-baru ini menjadi target ancaman penyerangan oleh kelompok intoleran yang menuding tempat berdiskusinya para mahasiswa itu sebagai agen penyebaran ajaran Syiah kota pelajar itu. Tapi rencana aksi anarkis terhadap Institut Rausyan Fikr berhasil digagalkan berkat kesigapan aparat keamanan dan pemerintah Yogyakarta. Sebelumnya, beredar ancaman penyerangan yang sudah merebak sejak Kamis, 21 November 2013. Yayasan yang berlokasi di jalan Kaliurang ini menerima peringatan dari kepolisian dan Kantor Wilayah Kementerian Agama, Sleman, tentang adanya ancaman serangan yang diduga akan dilakukan kelompok yang mengklaim sebagai Majelis Mujahidin Indonesia, Forum Umat Islam dan Front Jihad Islam usai shalat Jumat. Sejumlah spanduk terpampang di berbagai lokasi strategis di Yogyakarta yang menyatakan Syiah bukan Islam, dan Rausyan Fikr sebagai agen penyebar ajaran Syiah. 

"Mereka tidak hanya keliru, tetapi sudah sesat," kata komandan lapangan Front Jihad Islam Yogyakarta Nurohman  dengan nada berapi-api, Jumat, (22/11), seperti dilansir media lokal.

Sementara itu, Juru bicara Rausyan Fikr, Edy Syarif membantah tudingan tersebut. Menurut Edy, yayasan yang berdiri sejak tahun 1995 ini hanya forum kajian pemikiran Islam dari berbagai aliran, termasuk Syiah. Selain aktif membuka kelas filsafat dan pemikiran Islam, Rausyan Fikr juga menerbitkan buku-buku filsafat dan keagamaan, termasuk Syiah yang mencapai 20 buku.  "Secara institusi tidak Syiah, tetapi orang-orangnya ada yang Syiah" ujar Edy. 

Mahasiswa sebuah perguruan tinggi di Yogyakarta ini menolak anggapan bahwa Yayasan Rausyan Fikr sebagai bagian dari lembaga Syiah Indonesia. Menurutnya, Rausyan Fikr bukan anggota IJABI maupun ABI, dua organisasi payung penganut Syiah di Indonesia. "Yayasan ini hanya rajin menggelar kajian terhadap pemikiran tokoh Syiah seperti Muthahhari, Ali Syariati dan lain-lain, " tegasnya. Pernyataan Edy diamini oleh beberapa orang yang pernah terlibat dalam kegiatan yang diselenggarakan Rausyan Fikr. Iqbal Aji Daryono, yang pernah mengikuti kursus filsafat Islam di Rausyan Fikr mengungkapkan institusi itu sangat terbuka dan tidak ada ajakan menjadi Syiah. 

"Saya pernah ikut kursus filsafat Islam di Rausyan Fikr. Kami diskusi secara sangat sehat dengan tradisi rasionalisme yang menyenangkan. Semua berpikir terbuka. Buku-buku yang dipelajari di sana juga sangat beragam dari Mutadha Muthahhari hingga Karl Marx. Tak ada sama sekali ajakan untuk menjadi Syiah, dan di sana saya tetap bisa nyaman dengan ke-Sunnni-an saya, " tutur alumnus Jurusan Jurnalistik UGM yang saat ini berdomisili di Australia, Sabtu (23/11) di jejaring sosial. Ketua Dukuh Manggung, Depok, Sleman, Sujiman mengatakan mereka yang belajar di Rausyan Fikr, yang dituding Syiah oleh sejumlah kalangan intoleran, adalah warga negara yang baik dan terbuka, serta berbaur dengan masyarakat sekitarnya. Sujiman juga membantah tudingan kelompok intoleran bahwa aktivitas keagamaan di Institut Rausyan Fikr berbeda dengan penganut Islam lainnya. "Saya kira tidak, wong mereka juga shalat jamaah di masjid kampung kok. Kayaknya sama aja tu. Tapi saya tidak tahu kalau ada pihak yang menilai beda. Sebagai penganut Islam, saya kok menilai sama aja tu," kata Sujiman, seperti dilansir sorot jogja Jumat (22/11). Seperti menimpa Rausyan Fikr, seorang dosen di Bandung yang Sunni Ahad (23/11) mengeluhkan beredarnya pesan singkat melalui BBM bahwa lembaga Quran miliknya mengajarkan Syiah. Serangan kubu intoleran juga dilancarkan tehadap Ketua PB NU yang dituding melindungi Syiah di Indonesia. Pada 9 November lalu, situs Arrahmah secara keras menyerang Ketua PB NU dalam tulisan berjudul "Dr. Said Aqil Siradj Dulu dan Kini". Situs Islam garis keras pimpinan Muhammad Jibril, yang pernah ditahan polisi karena terlibat aksi terorisme, menyerang ketua PB NU gara-gara kiai Said menyebut Syiah sebagai bagian dari Islam dalam sebuah pernyataannya beberapa waktu lalu. 

Eskalasi gelombang tekanan kelompok intoleran terhadap minoritas Muslim Syiah di Tanah Air semakin meningkat belakangan ini. Menurut Muhammad Ilham, fenomena tersebut sebagai bentuk "Kriminalisasi Pemikiran" yang dilakukan oleh segelintir orang yang tidak mengakui kebhinekaan di Indonesia. "..dalam aspek manapun, ...penyerangan termasuk rencana penyerangan, adalah sesuatu yang menyalahi 'semangat bernegara'. Tidak ada dasar juridis maupun historis orang melakukan penghancuran sebuah tradisi keilmuan," ujar dosen sejarah dan sosiologi politik itu, Sabtu (23/11). "Bila ini dilakukan, seperti ancaman penyerangan terhadap Rusyan Fikr, [maka] termasuk 'kriminalisasi tradisi keilmuan'," tegas dosen IAIN Imam Bonjol Padang. (IRIB Indonesia)

Tidak ada komentar: