" .... bangsa kuli dan kuli bangsa " (Douwes Dekker)

Sumiati dan Kikim Komalasari, memulai "drama usang" penyiksaan TKI di luar negeri ditahun belakangan ini. Sumiati seorang pembantu rumah tangga di Arab Saudi asal NTB, digunting bibirnya. Kikim Komalasari dibunuh dengan benda tumpul (ada yang menyebut digorok setelah diperkosa). Mereka "meregang nyawa" dan tersakiti di negeri orang lain. Kebuasan seperti itu bukan sekali ini saja terjadi. Beberapa tahun yang lalu tentu kita masih ingat kemalangan serupa yang menimpa Nirmala Bonet di Malaysia. Masalah yang selalu mengemuka adalah minimnya perlindungan terhadap TKI yang mengakibatkan begitu mudahnya hak-hak asasi mereka dilanggar. Pemerintah dan agen penyalur TKI selalu menjadi kambing hitamnya. Sejauh ini mereka memang kambing hitam yang sesungguhnya, namun ada sesuatu yang nampaknya luput dari perhatian publik. Ada sesuatu yang jauh lebih besar dan esensial melatarbelakangi rentetan kejadian-kejadian serupa ini. Kedudukan pembantu rumah tangga dalam struktur sosial selalu berada di bawah. Mereka dianggap orang dengan tingkat pendidikan dan keterampilan yang rendah. Mereka juga sering dianggap orang yang 'tidak tahu apa-apa', awam, lugu. Pada situasi seperti ini secara alamiah akan terbentuk suatu hubungan majikan-pembantu yang tak ubahnya seperti tuan-budak di abad pertengahan. Jika ditelusur lebih dalam lagi, terdapat kemungkinan adanya norma-norma lokal tertentu yang memberi 'pembenaran' terhadap perilaku ini. Puncaknya, di Arab Saudi, Ruyati (wanita sayang teramat besar pada keluarganya) harus rela menghadap Sang Pencipta via Tukang Pancung Kepala.

Dengan demikian, bangsa ini sesungguhnya telah mengalami pelecehan atas kehormatan dan kedaulatannya. Para pembantu itu tidak dapat dipungkiri adalah representasi bangsa yang terbesar jumlahnya di luar negeri. Maka jelaslah, bahwa peristiwa-peristiwa 'kecil' penyiksaan TKI itu sesungguhnya adalah suatu penggalan drama saja dari keseluruhan cerita bahwa bangsa ini tidak memiliki nilai kehormatan di mata bangsa lain. Situasi ini benar-benar diperparah dengan ketidakmampuan pemerintah memberi perlindungan dan pembelaan pada para pembantu itu. Tidak mengherankan jika kemudian kasus-kasus kekerasan terus saja terjadi, sebab ketidakmampuan pemerintah ini memberi pesan yang jelas bahwa keseluruhan bangsa ini sebenarnya sudah takluk pada kekuatan majikan-majikan di luar negeri. Jika para pembantu itu adalah budak dari tiap-tiap majikannya, maka pemerintah Indonesia adalah budak dari pemerintah negara majikan-majikan itu. Titik.
Referensi : beberapa data diambil dari detik.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar