"Carilah inspirasi, pada mereka yang sederhana, jernih berfikir dan berani hidup" (Vaclac Havel)

Satu jam penuh saya simak runtutan dialog hangat-cair itu, dan akhirnya, apa yang diungkap Havel, bagi saya (ya, bagi saya dan mungkin juga bagi orang lain yang menonton acara ini) ketemu. Buya Syafii Ma'arif memberikan pencerahandan pembelajaran untuk terus optimis dan "berani hidup" (tanda kutip). Sesuatu yang terus diulangnya, sebagaimana yang dulu pernah diutarakan kala ditanya : "mengapa menggejala bom bunuh diri atas nama agama". "Mereka berani mati, tapi tak berani hidup," kata Buya yang merasa berhutang budi pada sahabat-nya Prof. Amien Rais ini. Dalam mengkritik, Buya tak tebang pilih atau pilih kasih. Amien Rais, yang tergolong dekat dengannya tak luput dari kritiknya. Amien pernah “ditegur” ketika mengkritik cukup keras terhadap KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Juga kepada Din Syamsudin, Ketua PP Muhammadiyah yang baru saja terpilih. Kepada Din, Maarif minta agar organisasi Muhammadiyah tidak dibawa ke politik praktis seperti tahun-tahun sebelumnya. Ketika ditanya tentang inkonsistensi tersebut, merasa berhutang budi di satu sisi, tapi menkritik di sisi lain, ia menjawab lugas bahwa sahabat sejati adalah sahabat yang mengingatkan. Sosok Achmad Syafii Maarif ini tergolong unik. Di tengah hiruk pikuk politik dan orang yang berlomba-lomba menumpuk harta kekayaan, mantan Ketua PP Muhammdiyah periode 1999 – 2004 ini justru sebaliknya. Ia tetap kritis terhadap berbagai kebijakan pemerintah dan elit politik yang dianggapnya tidak berpihak kepada rakyat. Bahkan kritik dan teguran yang ia sampaikan kadang cukup pedas sehingga membuat telinga merah orang yang terkena kritikannya. Dan, bagi pria kelahiran Desa Sumpur Kudus, Sumatera Barat 75 tahun lampau ini tidak kenal takut dan ‘keder’ atas apa yang telah ia lakukan.

Kepada pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah tak terhitung berapa kali ia menyampaikan kritik yang sangat pedas. Ketika SBY di awal pemerintahan mengeluarkan kebijakan memberikan mobil mewah kepada setiap menteri yang membantunya, dengan terang-terangan ia menolak kebijakan itu. Menurut Buya, begitu kadang ia disapa, belum waktunya pemerintah Indonesia memberikan “kemewahan” itu. Menurutnya masih banyak warga Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan. Juga soal renovasi pagar istana kepresidenan yang menelan biaya hampir Rp 20 miliar juga tak luput dari kritik pria yang sangat pluralis itu. “Pemerintah hendaknya lebih peka dan mendengarkan suara rakyat. Jangan meremehkan suara rakyat,” ujar Buya memberi peringatan. Syafii Maarif yang kini tinggal di Yogyakarta tergolong orang yang langka. Ia bisa saja mengejar kekayaan dengan modal ilmu yang telah diraih. Lulusan Doktor dari University of Chicago, Amerika Serikat itu memilih hidup sangat sederhana. Ia tidak merasa malu jika bepergian masih menumpang angkutan umum.
Banyak kalangan menilai, Achmad Syafii Maarif yang bangga sebagai anak kampung itu sebagai guru bangsa, walau dalam acara Kick Andy tersebut ia merasa "jengah" dengan sebutan ini (diskriminatif, katanya, karena ibu bangsa tak ada). Melalui sepak terjang dan suri tauladan yang ia perlihatkan patutlah menjadi panutan bangsa Indonesia terutama kepada para pemimpin dan elit politik. Di tengah kehidupan berbangsa yang semakin hedonis, Indonesia sangat membutuhkan Maarif-Maarif yang lain. "Carilah inspirasi, pada mereka yang sederhana, jernih berfikir dan berani hidup", demikian Havel.
:: Sumber : Kick Andy's Show/Minggu sore dalam hitungan 1 Agustus 2010
1 komentar:
Keren nih rating dari filmnya :o Sinopsisnya juga keren sip lah
Posting Komentar