Ditulis ulang : Muhammad Ilham 
Tulisan ini merupakan pendapat Tan Malaka @ Ibrahim Sutan Malaka tentang Islam dalam karya monumentalnya "Madilog". Pada awalnya dicetak oleh Penerbit Widjaja, Jakarta: 1951 dan kemudian di edit ulang oleh Ted Sprague (Februari 2008).
 Pengantar Penerbit
Pengantar Penerbit 
Telah lebih dari setahun lamanya kopi ini tesimpan  dalam almari,  karena terhalang oleh kesukaran kertas, apalagi mengingat  tebalnya  lebih kurang 200 halaman dari kertas ukuran besar serta ditek dengan   mesin tulis Hermes baby, dan kalau dijadikan buku menurut ukuran yang  sekarang  ini, mungkin mencapai 500 halaman, sedang niat hendak  menerbitkan sekaligus. Nasehat tuan HAJI ILJAS JACOB-lah yang membuka perhatian  untuk  menerbitkan dengan jalan beransur-ansur ini. MADILOG, berasal dan melalui jembatan keledai, yaitu MA   terialisme, DI alektika, LOG-ika ! "Saya tidak menyangka akan sampai begitu dalam dan  luas  pengetahuan TAN MALAKA, sehingga saya sebagai Jurist dipimpinnya pula   ke lapangan filsafat hukum, lebih berisi dan lanjut dari pada yang saya  pelajari  di sekolah hakim", demikian ucapnya seorang Akademisi yang  jujur setelah membaca  kopi Madilog ! 
Islam dalam Kacamata Tan Malaka
Sumber yang saya peroleh buat Agama Islam, inilah yang  hidup.  Seperti saya sudah lintaskan lebih dahulu dalam buku ini, saya lahir   dalam keluarga Islam yang taat. Pada ketika sejarahnya Islam buat bangsa  Indonesia masih boleh dikatakan pagi,  diantara keluarga tadi sudah  lahir seorang Alim Ulama, yang sampai sekarang  dianggap keramat! Ibu  Bapa saya keduanya taat dan orang takut kepada Allah  dan jalankan sabda  Nabi. Saya saksikan ibu saya sakit menentang malaikat maut  menyebut "Djuz  Yasin" berkali-kali dan sebagian besar dari AL-Qur’an, diluar  kepala.  Orang kabarkan bapak saya didapati pingsan setelah badannya dalam air.   Dia mau menjawat air sembahyang, sedang menjalankan terikat, setelah  bangun  sadar, dia bilang dia berjumpa dengan saya yang pada waktu itu  di negeri  Belanda. Masih kecil sekali saya sudah bisa tafsirkan  Al-Qur’an, dan dijadikan  guru muda. Sang Ibu menceritakan Adam dan Hawa  dan Nabi Yusuf. Tiada acap  diceritakannya pemuka, piatu Muhammad bin  Abdullah, entah karena apa, mata saya  terus basah mendengarnya. Bahasa  Arab terus sampai sekarang saya anggap  sempurna, kaya, merdu jitu dan  mulia. Pengaruhnya pada bahasa Indonesia pada zaman lampau  bukan sedikit.  Cangkokan bahasa Arab pada bahasa Indonesia baik diteruskan,  karena  lebih cocok pada lidah kita, asal betul-betul mengadakan pengertian   baru, yang tiada terbentuk pada kata Indonesia umum atau lokal, seperti   perkataan akal, fikir dsb. Saya sendiri tiada sempat meneruskan  pelajaran  bahasa Arab yang saya pelajari berpuluh tahun yang silam  dengan cara surau yang  sederhana itu tentulah sekarang sudah melayang  sama sekali. Tetapi semua  perhubungan dengan Islam dan Arab dahulu di  Eropa, pasti mengambil perhatian  saya. Dengan mengikat pinggang lebih  erat, saya ketika di Negeri Belanda  membeli sejarah dunia  berjilid-jilid salinan bahasa Jerman ke Belanda, karena  di dalamnya ada  sejarah Islam dan Arab dituliskan degan lebih sempurna dari yang   sudah-sudah.
Meskipun banjir ombak asik dalam senubari saja di masa  usia pancaroba  dilondong hanyutkan sampai sekarang terus dihilirkan oleh  kejadian  "1917" perhatian saya tehadap Islam terus berjalan. Pengertian yang   masih saya ingat dari tafsir Qur’an itu, tentulah tiada berarti lagi.  Yang  tinggal dibawah lantai kesadaran (subconciousness) ialah kesan  semata-mata.  Tetapi terjemahan Qur’an ke dalam bahasa Belanda dahulu  beberapa kali saya  tamatkan, semua buku dan diktatnya Almarhum Snouck  Hurgroaje tentang Islam  sudah saya baca. Baru ini di Singapura saya  baca lagi terjemahan Islam ke bahasa  Inggris oleh "Sales dan ahli timur  Maulana Ali Almarhum". Dengan begitu tiadalah pula saya maksudkan bahwa semua  sumber itu  sudah cukup buat me-obor Islam dan sejarah. Ahli sejarah Barat, Arab   dan Tionghoa memang berlipat ganda lebih bisa dipercayai dari pada Ahli  sejarah  Hindu. Begitulah sejarah masyarakat dengan kemajuan pesawat dan  ekonominya  dibelakangkan kalau tiada dilupakan sama sekali. Jangan  pula dilupakan, bahwa  sejarah politik yang semacam itu di-tinggal-kan;  tiada berseluk-beluk dan  dipelantunkan dengan sejarah politik, ekonomi,  dan kelasnya masyarakat. Jadi  sejarah semacam itu, walaupun sejarah  politik saja adalah pincang sekali. Tiada mengherankan kalau dalam pembacaan, saya tiada  mendapati  sejarah yang teratur selangkah demi selangkah, tentangan masyarakat,   politik, ekonomi, dan tehnik Arab, tidak saja sebelum dan ketika  Muhammad SAW  mengembangkan Agama Islam, tetapi juga di dalam tempo  dibelakangnya, lebih dari  1300 tahun sampai sekarang. Tidak saja di  tanah Arab tempat asalnya agama Islam  dan negara berkelilingnya, tetapi  juga ditempat mengembangnya seperti Siria,  Mesir, Spanyol, Irak, Iran,  (Mesopotamia), India dan Indonesia. Dalam Negara  asalnya Agama Islam  tumbuh dan berdahan, mendapat bentuk dan corak baru dan  bentuk corak  ini tentulah langsung atau menukar mempengaruhi pokok asalnya di Arabia.  Teristimewa pula karena  semua bangsa dari semua agama acap berkumpul  di Mekah.
Sejarah Islam berurat dan diairi oleh masyarakat  politik, ekonomi dan  pesawat Arab asli dan akhirnya bertukar bentuk dan corak  pada iklim  keadaan baru di luar daerah asli, menurut pengetahuan saya masih  belum  ditulis. Pekerjaan semacam itu bukanlah pekerjaan sembarang ahli, boleh   jadi sekali bukan pekerjaan seorang ahli yang tersambil, melainkan  pekerjaan  beberapa ahli yang bergabung dalam tempo yang lama, boleh  jadi pula bukti yang  berhubungan dengan beberapa perkara sama sekali  tiada bisa diperoleh lagi.  Bagaimana juga buku seperti Foundation of  Christianity buat Islam masih belum  lahir. Berhubung dengan keterangan diatas maka sejarah-Islam  dalam lebih  kurang 1200 tahun sesudahnya Muhammad SAW yakni sejarah yang  condong  pada politik seperti pengangkatan Imam baru, menurut dan menurutkan   partai Ali atau meneruskan pilihan yang demokratis seperti pengangkatan   Abubakar, Umar, dan Usma; perbedaan mazhabnya Imam Syafi’I, Hanafi,  Hambali dan  Maliki satu aliran Islam ke arah kegaiban (systisisme) pada  satu fatihah (Imam  Gazali) dan kenyataan (rationalisme), sampai  ketiadaannya Tuhan-Tuhan  (atheisme), pada lain pihak (moetazaliten);  pergerakan Islam yang baru kita  kenal sekarang seperti Wahabi,  Muhammadiya dan Ahmadiyah; semuanya ini mesti  diseluk dengan sejarahnya  politik, ekonomi, seperti bumi dan pesawat masyarakat  Muslimin di  Eropa Selatan, Afrika, Asia Barat dan Tengah diluar maksudnya buku  ini  dan diluar kekuasaan kesempatan saya. Maksud tulisan saya yang ringkas ini tentulah bukan  buat pengganti  buku yang masih ditulis itu, maksudnya cuma buat petunjuk  (suggestion).  Saya bagaimana juga tak lebih berlaku dari pada itu karena  kekurangan  bahan bukti, lagi pula pokok perkara yang berhubungan dengan Islam,   ialah ke Esaan Tuhan, sudah termasuk boleh dikatakan hampir sama sekali  pada  tulisan yang baru lalu.
Muhamad SAW mengakui sahnya kitab Yahudi dan Kristen.  Muhammad SAW  mengakui Tuhannya Nabi Ibrahim dan Musa. Tetapi Tuhannya Nabi  Ibrahim  dan Musa menurut Muhammad SAW itu mesti dibersihkan dari pemalsuan   Yahudi dan Kristen dibelakang hari. Memang masyarakat Arab asli membutuhkan ke-Esaan  pemimpin  sekurang-kurangnya sama dengan kebutuhan yang dirasa oleh Nabi Musa  dan  daud. Pada Muhammad SAW, bangsa Arab yang terdiri dari beberapa suku,  dan  menyembah bermacam-macam berhala itu mengharapkan pimpinan.  Peperangan saudara  yang kejam keji tiada putus-putusnya berlaku. Bangsa  Arab teguh tegap, berdarah  panas, pada negara yang sebagian besar  terdiri dari gurun pasir dan gunung  batu, kurus kering, sejuk tajam di  musim dingin, panas terik di musim panas,  susah gelisah mengadakan  nafkah hidup sehari-hari. Perampokan dan pembunuhan  adalah pekerjaan  lazim sekali. Perniagaan ke lain negara dan dalam negarapun mesti   dikawal dengan prajurit yang siap sedia menentang musuh ialah penyamun  Badui  yang rakus garang. Saudagar pada masa itu sama juga dengan  serdadu, makin ramai  penduduk Arab dan memang sudah ramai, makin sengit  seru pertarungan suku dan  suku. Makin banyak lelaki yang mati makin  banyak pula kelebihan perempuan.  Tiada mengherankan kalau mendapat anak  perempuan dianggap sebagai malapetaka  oleh rumah tangga Arab asli itu,  apa lagi rumah tangga yang tak berpunya.  Perempuan sudah terlampau  banyak dan perempuan pada masyarakat semacam itu  bukanlah makhluk yang  bisa mencari nafkah diluar rumah tangga, melainkan  dianggap satu  makhluk penambah mulut makan. Jadi penambah kemiskinan. Kalau  perempuan  banyak, dibunuh. Beruntunglah perempuan kalau ada lelaki yang mampu   mengawininya mengangkat dia jadi isteri yang ketiga ataupun kesekian  puluh.  Ditengah masyarkat semacam itu lahirlah Muhammad bin Abdullah,  walaupun sukunya  suku kuraisy dianggap suku tertinggi di kota Mekkah,  tiadalah ia seorang anak  yang dimanjakan oleh ibu bapa yang mampu. Dia  malang atau memang beruntung  kematian ibu bapa menjadi anak piatu dan  dipelihara oleh paman Abdul Mutalib.  Dari kecil sudah mengenal susah  melarat di tengah-tengah masyarakat saling  sengketa dan gelap gelita.  Buah pikiran kita menyaksikan masyarakat semacam itu  dan dalam keadaan  semacam itu bisa timbul paham peragai dan bumi seperti  Muhammad bin  Abdullah. Tetapi memang intan itu bisa diselimuti tetapi tak bisa   dicampur lebur dengan lumpur.
Makin riuh rendah bunyi sengketa dan sentak senjata disekelilingnya   makin tenang teduh pikiran pemuka ini menghadapi sesuatu kesusahan atau   permusahan. Lawan dan kawan sekarangpun terlampau banyak memajukan hal,  bahwa  Muhammad SAW seorang Nabi. Huru hara tiada bisa disangkal,  tetapi tiadalah  hormat saja yang memberi petunjuk, ilham dan kiasan  kepada manusia. Mata yang  nyalang, telinga yang nyaring, serta otak  yang cemerlang di tengah-tengah  masyarakat itu sendiri lebih lekas  menyampaikan seseorang pada hakekat tentang  pergaulan hidup manusia  dari pada buku bertimbun-timbun diluar masyarakat.  Pemuda Muhammad  dilatih dan tersepuh oleh masyarakat Arab sendiri, undang  langsung yang  saling seteru dan gelap gelita itu. Entah karena wajah parasnya, entah karena perawakan  peragainya dengan  langsung, entah karena cerdik kepandaiannya, entah karena  semuanya,  janda orang kaya Chadijah berusia 40 tahun akhirnya menjatuhkan hati   dan kepercayaan pada pemuda 15 tahun lebih muda ini, sesudah berjasa   bertahun-tahun. Bertahun-tahun Muhammad bin Abdullah melayani perniagaan  buat janda  Chadijah. Sekaranglah baru diperoleh tempat dan tempoh  mengheningkan pikiran  membanding mengiaskan, mencocokkan, menyeluk belukan  persoaan yang  bertimbun-timbun jatuhnya pada pikiran yang acap terbang mealyang   seperti terdapat dalam bangsa Arab, seperti tergambar dalam cerita 1001  malam  itu. Tetapi Arab bukannya Hindu. Pikiran melayang itu selalu  kembali ke tanah.  Penerbangan bolak-balik di antara awang-awang dengan  daratan itu bisa berhasil,  bukanlah satu scientist seperti Newton tahu  pendapat seperti Edison mesti bisa terbang dengan  pikirannya ? Tetapi  mereka terbang dengan benda yang nyata menurut  undang-undang yang pasti  pula.
Pada tempat yang sunyi senyap bermacam-macam di gunung  diluar Mekah  timbullah berkali-kali persoalan. Langit Arabia tiada diliputi awan   pada malam itu, kalau diterangi oleh bulan dan bintangnya mesti menarik   perhatian seseorang yang sungguh (serious, ernstig). Tak heran kalau  pemuda  Muhammad didesak oleh persoalan sebagai siapakah yang  mengemudikan jalannya  bulan dan jutaan bintang ini, yang tetap teratur  ini. Siapakah yang menjatuhkan  hujan yang memberi hidupnya  tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia itu ?  Apakah asalnya dan akhirnya  manusia ini ? Tiadakah ada buat mempersatukan  bangsaku, memperlihatkan  seteru sengketa dan menerangi gelap gulita itu : mengangkat  bangsaku  jadi obor dunia ? Newton dan Edison diberi pusaka oleh para  scientist almarhum berupa  perkakas dan teori berupa laboratorium dan undang  perhitungan. Tetapi  pemuda Muhammad hidup lebih dari 1300 tahun yang silam.  Undang apakah  tentang peredaran bintang atau perhubungan hawa uap dan hujan  atau  undang tentang kodrat, paduan dan pisahan jasmani dan rohani yang sudah   diketahui ? Ahli Yunani pun belum sampai kesana, kalau ada paham yang  miring  kesana belum tentu paham itu sampai ke telinga Muhammad bin  Abdullah. Demikianlah Muhammad bin Abdullah mesti mencoba jawab  dengan banding  membanding pengalaman dan pengetahuannya pada mana jauh lebih  tinggi,  dari pada yang dikenal oleh bangsanya dikelilingnya.
Berkali-kali sudah perdagangan dilakukan (dengan  karavan kalifah) ke  Siria, barangkali juga sampai ke Mesir, ke Arabia Selatan  tak mustahil  sampai ke Mesopotamia. Cantumkanlah d imata pembaca seorang pemuda  pendiam,  mata sering melayang tinggi tetapi cepat bisa menaksir barang  dan uang  dimukannya, kening lebar dan tinggi menandakan kecondongan  pikiran pada  filsafat, tetapi juga menyaring apa yang praktis bisa  dijalankan. Bibir yang  menandakan kemauan keras dan juga mahir lancar  kalau berkata, perawakan sedang,  liat cepat tahan tangkas dan  berkali-kali dalam perjalanan jauh berbahaya  mendapat latihan dalam  perjuangan. Penghilatan pada puluhan negara dan negeri  biadab setengah  adab dan pekerjaan tawar menawar dengan saudagar bermacam-macam  bangsa  dan bahasa; percakapan dengan lawan kawan, tua muda dalam usia   pancaroba dipuluhan negara dan negeri itu, semua itu mendidik penyair  dan  pemimpin pembesar negara dan Nabi. Huruf dan sekolah tak bisa  memberi bahan  hidup semacam itu, tetapi bahan hidup semacam itu bsa  memberi kesempatan pada  Muhammad bin Abdullah menimbulkan huruf dan  sekolah baru. Tidak semuanya orang  bersekolah, bisa menjadi pemimpin  Tuhan, tetapi buat seseorang pemimpin Tuhan  tiadalah sekoah saja jalan  buat menyampaikan maksudnya buat melaksanakan  sifatnya. Dunia Arab berpenduduk sedang ramainya terus menerus  bertarung  diantara suku dan sukunya, belum pernah dijajah dijahanamkan bangsa   Asing, sedikit dikenal oleh dunia luarnya, sudah sampai ke tingkat  persatuan  satu bangsa satu bahasa dan satu pemimpin. Tiadalah sekali mengherankan kalau Muhammad bin  Abdullah tertarik  oleh tuhan Esanya, Nabi Ibrahim, Musa dan Daud. Disini Tuhan  itu lebih  terang ke Esaan-nya pada pertaruangan lahir batin yang seru sengit  yang  mesti dijalankan dengan jasmani dan rohani yang mesti dipimpin oleh  satu kemauan,  maka kesangsian atas ke Esaannya Tuhan, pemimpin yang  Maha Tahu dan Maha Tahu  itu bisa menewaskan si petarung, Satu Tuhan  itulah yang dibutuhkan oleh Arabia.  Ketika Muhammad bin Abdullah yang  buta huruf itu cuma sedikti tahu tentang  agama Kristen, dikatakan oleh  mereka bahwa Muhammad bin Abdullah mendapat  pengetahuan itu dari  mulutnya monikkan atau rahib dan setengah ulama Kristen.  Mereka lupakan  keterangan mereka sendiri bahwa Muhammad bin Abdullah sesudah  memasuki  gereja Katholik di Asia Barat ia berkata :"Ini cuma rumah berhala   lain". Sekarang pun pada abad kedua puluh ini kalau orang memasuki  gereja  Katholik di Ruslan atau Rome, di Jerman atau di Indonesia, kalau  orang melihat  patungnya nabi Isa dan ibunya maryam yang dipuja dan tak  mengherankan kalau  orang netral mendapat kesan seperti kesan memasuki  rumah berhala Hindu atau  Budha. Buat Muhammad SAW Tuhan semata-mata  rohani. Tuhan yang semata-mata  rohani yang tiada dipatungkan lagi itu  baru didapat sesudah Luther dan Calvin.  Jadi sesudah lebih kurang 1500  tahun Nabi Isa lahir atau sesudah 900 tahun nabi  Muhammad wafat. Dalam  gereja Protestan kita tak lihat lagi patung yang  seolah-olah mencoba  mempengaruhi manusia dengan perasaan belaka; kasihan pada  nabi Isa yang  tergantung dipakukan tangannya pada palang gantungan itu oleh  musuhnya  Yahudi Jahanam itu. Jadi pada Protestant nyata pengaruh Islam buat   seseorang yang tiada digelapi oleh dogma (kepercayaan) agamanya sendiri.  dengan  Yahudi Muhammad bin Abdullah menganggap Tuhan itu semata-mata  rohani dan berada  dimana-mana. Seseorang Muslim bisa bersambung  langsung dengan Dia, tiada perlu  memakai kasta Rabbi atau pendeta  sebagai perantaraan atau sebagai tengkulak.  Kelangsungan perhubungan  manusia dan Tuhan itulah yang menjadi salah satu  perkara buat  Protestant umumnya, Cromwell dan tentaranya khususnya ketika  berperang  dengan partai Katholik dan raja-raja Katolik. Ini terjadi juga  sesudah  lebih kurang seribu enam ratus lima puluh (1650) tahun sesudah Nabi Isa   wafat atau lebih kurang 1000 tahun sesudah Nabi Muhammad wafat. Pun  disini  nyata buat orang yang berpikiran objectief (tenang) pengaruhnya  Islam atau  Nasrani seperti juga pada Yahudi.
Jadi agamanya Nabi Isa dan Nabi Musa dijalankan pada  masa perjalannya  nabi Muhammad bin Abdullah di Asia Barat itu tiadalah diambil  bulat  mentah dengan tiada kritik semata-mata. Tidak saja Muhammad bin Adullah   mengambil pokok besarnya agama Yahudi dan Kristen, tetapi pada kemudian   harinya Yahudi dan Nasrani walaupun resminya tak mau mengaku terus  terang  mengambil sifat baru dari Islam. Demikianlah pada Muhammad SAW  "ketunggalan"  Tuhan itu ke Esaan Tuhan itu sampai ke puncak tak ada  kesangsian seperti  melekat pada agama Nasrani pada masa Muhamad SAW.   Tentangan, terhadap agama Nasrani itu  dikeraskan dan dijelaskan pada  satu Juz yang pendek, tetapi dianggap terpenting  sekali oleh Muslimin:  bahwa Tuhan tunggal tak memperanakkan (Nabi Isa) dan  tidak diperanakan  (Qul huallahuahad …………….dsb). Karena Muhammad SAW yang mendapatkan ilham tentangan ke  Esaan Tuhan  yang sempurna dan kesamaan manusia dan manusia lain terhadap Tuhan  itu  yang masih belum terang benderang buat semua bangsa Yahudi pada zaman  nabi  Ibrahim, lebih-lebih pada masa Nabi Sulaiman dan kemudiannya tiada  terang pula  pada Kristen, Katholik, Anatolia atau Rumawi di masa  Muhammad SAW, tentulah  semestinya Muhammad SAW Nabi yang terbesar dan  terakhir but monotheisme, kalau  Albert Einstein menyempurnakan teori  relativity maka orang tiada berkeberatan  menamainya teori itu teori  Einstein. Adakah ke Esaan yang lebih pasti dan persamaan  manusia dan  manusia terhadap Tuhan lebih nyata dari pada agama Islamnya  Muhammad  SAW ? Juga Nabi Isa mengakui dirinya anak Tuhan dimuka Rabbi dan   mengakui dirinya Rajanya Yahudi buat negara 1000 tahun dimuka Pilatus ?  Adakah salahnya kalau  Muhammad SAW mengaku pesuruh rasulnya tuhan yang  terakhir dan terbesar ?
Kepercayaan pada Allah sebagai Tuhannya yang Esa  Muhammad sebagai  rasulnya dan persamaannya manusia terhadap Tuhan, belum cukup  buat  mempersatukan sekalian suku Arab yang saling seteru sengketa dan   peperangan terus menerus itu. Malah hal itu menimbulkan ejekan kebencian  dan  caci makian terhadap Muhammad yang oleh penduduk Mekah diketahui  sebagai  anaknya Adullah dan Aminah. Sama siapakah mereka Arab yang  galak ganas itu akan  takut dan apakah dunianya berbuat baik di dunia  ini kalau sesudah mati semua  perkara perhubungan dengan manusia itu  berhenti sama sekali? Malah lebih baik  jadi orang kuat, kebal, piawai  pendekar, berani, jahat, perampok atau apa saja  asal bisa dapatkan  harta buat kesenangan, perempuan buat permainan dan  laki-laki buat  hamba sahaya. Di dunia fana inilah mesti dicari puncak  kesenangan  dengan mendapatkan puncak kekayaan dan kekuasaan, baik dengan jalan   halal atau haram. Demikian satu pemikir luhur merasa perlu keterusannya  hidup.  Tidak didunia fana ini melainkan pada dunia baka pada akhirat.  Dengan begitu  perlu pula ada jiwa terkhusus yang bertiang dalam jasmani  kita. Jasmani dan  jiwa itulah kelak sesudah hari kiamat akan  dibangunkan kembali dari matinya.  Jasmani dan jiwa yang hidup kembali  itu akan ditimbang kebaikan dan  keburukannya, yang berdosa akan masuk  api neraka dan yang saleh akan masuk  surga dikerubungi oleh nikmat tak  terhingga banyaknya ragam dan lazatnya  ditempat permai damai di antara  puteri bidadari cantik molek dan manis bagus  parasnya, ratusan ribuan  banyaknya yang taat saleh, terutama yang mati sahid  akan mendapat upah  yang kekal dan luhur itu. Kalau kita peramati gurun pasir  dan gunung  batu Arabia, peramati wataknya Badui sekarang dan gambarkan orang  Arab  dan Badui semasa nabi Muhammad maka surganya orang Islam itu surga yang   tidak sejuk dingin seperti Nirwananya Budha atau suci seperti surganya  nabi  Isa, maka surga Islam itu kuat seperti kutup Utara menarik jarum  pedoman,  sebelum sampai ke surga djanatunna’im itu, sesudah Muhammad  SAW wafat. Arabia dan Badui yang sudah bersatu  itu mendapatkan surga  dunia di Siriya, Mesir, Spanyol, Iran dan India. Banjirnya para calon   syahid yang mengalir dari Arabia. Tuhan itu ialah Allah dan Muhammad itu  ialah  Rasulnya. Tiada satu negara dan bangsapun beratus tahun bisa  tahan. Begitu  cocok surga Islam dan mati sahid dengan masyarakat dan  peragai Arab. Allah itu menurut Logika tentulah tiada bisa "Maha  Kuasa" kalau tidak  segenap umat manusia, segenap jam dan detik dapat menentukan  nasib  manusia. Segenap detik dia bisa perhatikan matahari berjalan, bintang  dan  bumi beredar, setiap detikpun tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia di  matikan,  sebaliknya manusia janganlah takut menghadapi mara bahaya  apapun juga, kalau  Tuhan Yang Maha Kuasa itu belum lagi memanggil. Di  dunia Islam, hal ini dinamai  takdir Tuhan. Di dunia barat hal ini  dikenal sebagai pre-destination. Calvin bapaknya Mahzap Protestant pada abad ke 17 juga  mengemukakan  hal ini. Oliver Cromwell dan tentaranya di Inggris diakui paling  nekat  tunggang oleh sejarah Barat, juga mengikut kepercayaan ini, pun disini   tak bisa dibantah pengaruhnya Islam pada dunia Kristen.
Memang pemikir yang ulung consequent yang mengesakan  Tuhan mesti  mengesakan kekuasaannya Tuhan itu. Kalau seketika satu saja  kekuasaan  dikurangi dipindahkan pada anaknya seperti pada nabi Isa, (anaknya   Tuhan) atau Maryam, dan sedetik saja kekuasaan si Atom itu bisa dipegang  diluar  Tuhan dengan tidak izinnya Tuhan, maka kekuasaan Tuhan itu  tiada absolute  sempurna lagi. Walaupun si Atom dalam sedetik kalau bisa  dikurangi maka  kesempurnaannya dikurangi pula bukan? Itulah maka saya anggap bahwa Agama Monotheisme nabi  Muhammad yang  paling consequent terus lurus. Maka itulah sebabnya menurut  logika maka  Muhammad yang terbesar diantara nabinya monotheisme. Kaum Kristen   boleh memajukan kedudukan, tingginya kaum ibu maka tingginya kasih  sayang dan  ta’at setia pada dasar sebagai pusaka dari Nabi Isa.
Tetapi pada masyarakat Arab dimana perempuan tak bisa  diangkat ke  tempat yang lebih tinggi dari yang dilakukan oleh Muhammad SAW. Tak   sedikit ahli sejarah Barat yang mengakui hal ini kalau lama dibelakang  wafatnya  Nabi Muhammad perempuan dikudungi, dibungkus atau  ditimbun-timbunkan ke dalam  haramnya Sultan atau Muslim kaya raya buat  melepaskan nafsu lelaki, maka itu  adalah berhubungan rapat pula dengan  keadaan masyarakat Arab. Perkara kasih  sayang Muhammad SAW juga seperti  nabi  Isa berhak mempunyai. Nabi Muhammad berada dalam masyarakat  sebesarnya, sebagai  pemimpin propaganda, pertarungan peperangan dan  masyarakat. Sedangkan nabi Isa tinggal melayang diatas langit  propaganda saja tak  mengatur peperangan ekonomi, politik ataupun sosial. Sebab  itu lebih  gampang memegang dasar kasih sayang itu. Tetapi Muhammad dengan memaafkan yang dahulunya mau  menewaskan  jiwanya, mengubah musuhnya itu menjadi pengikut, hambanya  dianggapnya  saudara kandungnya, bukankah pula kaum Kristen sendiri yang  mendapat  kedudukan tinggi sekali dibawah itu dengan kaum Nasrani dibawah Rumawi   yang berkebudayaan tertinggi pada zaman purbakala itu. Begitu juga  dengan teguh  tegap memegang dasar itu nabi Muhammad tiada ketinggalan.  Ketika seluruh Mekah  memusuhi, mengancam jiwanya, dan dalam keadaan  begitu menewaskan harta dan  pangkat kalau memperhatikan propagandannya  nabi Muhammad bersabda: Walaupun  di sebelah kiri ada bintang dan di  sebelah kanan ada matahari yang melarang, saya  mesti meneruskah suruhan  Tuhan.
Tetapi semua perkara ini yakni kedudukan kaum isteri  dalam  masyarakat, belas kasihan kepada semua manusia, taat setia pada dasar   sendiri itu,  ada lebih rapat  berhubungan dengan masyarakat politik  ekonomi, pesawat dan iklim dari pada  dengan kepercayaan semata-mata,  hal ini adalah diluar maksud tulisan ini. Yang  dimajukan disini ialah  perkara kepercayaan pada ke Tuhanan umumnya dan ke Esaan  Tuhan itu  terkhususnya. Sekali lagi disoalkan disini, bahwa pada Islam ke Esaan   itu tentangan banyak dan sifatnya sampai ke puncak. Sebab itu pula maka pertentangan dengan ilmu pasti  umumnya, madilog  terkhususnya sampai ke puncak pula. Pada permulaan buku ini  perkara itu  sudah dilaksanakan Maha Keesaan Dewa Rah. Pembaca dipersilahkan   membaca bagian itu sekali lagi. Sarinya tulisan itu kalau diperhubungkan  dengan  keesaan Tuhan ialah kalau seperseribu detik saja Yang Maha  Kuasa itu membatalkan  bumi kita ini menarik matahari dan meletus serta  hancur luluhlah kita ke jurusan  matahari yang panas terik itu. Kalau  sekiranya seperseribu satu detik saja Yang  Maha Kuasa itu bisa  membatalkan undang tolak tariknya sekalian bintang matahari  dan bumi di  Alam Raya ini seperti semua kereta diperhentikan dalam satu kota  pada  satu saat, maka kita manusia, hewan dan benda yang sekarang lekat pada   bumi ini akan tarikan bumi akan terpelanting ke awang-awang terus  menerus  terbangnya.