“Bangsa Palestina dibiarkan sendiri”, demikian kata Tony Clifton, seorang jurnalis Newsweek beberapa tahun lalu. Rasanya keluhan ini tak pernah kehilangan konteks. Selalu aktual. Wartawan asal Australia ini, secara terus terang mengaku pro-Palestina. “Di Timur Tengah …… tak ada damai tanpa Mesir, tak ada perang tanpa Suriah, akan tetapi dalam kondisi apapun, Palestina tetap dalam posisi yang dirugikan”, demikian epilog Clifton dalam bukunya God Cried (Tuhan yang Menangis).

Lalu mengapa judul buku ini “Tuhan yang Menangis?”. Idenya datang dari sebuah lelucon Palestina. Konon, Ronald Reagan (Presiden AS era 1980-an), Leonid Ilyich Ulyanov Brezhnev (Presiden Uni Sovyet) dan Yasser Arafat (tokoh sentral PLO) dipanggil menghadap Tuhan. Reagan bertanya kepada Tuhan, kapan Presiden AS memerintah dunia ? Tuhan menjawab 200 tahun lagi. Dan Reagan-pun menangis. Brezhnev juga bertanya senada, kapan komunis menguasai dunia? Tuhan menjawab 250 tahun lagi. Sebagaimana halnya Reagan, Brezhnev juga menangis. Akhirnya Arafat bertanya, kapan bangsa Palestina memiliki tanah air yang merdeka dan kehidupan damai ? Kali ini, justru Tuhan yang menangis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar