Jumat, 15 Januari 2010

Sri Mulyani dan Boediono : "Sasaran Antara"

Oleh : Muhammad Ilham

"Jangan kau pahami arti dari kata-kata, tapi pahami-lah bagaimana kata-kata itu difungsikan ...... dan jangan kau lihat sasaran sebuah praktek politik, tapi lihat-lah sasaran antara dari kegiatan politik itu sendiri" (Gadamer : 1987)

Melodrama Kasus Bank Century, kalau diistilahkan sedemikian rupa, dengan segala lika liku dan trik serta ungkapan-ungkapan diplomatis para politisi Senayan, pada ujungnya hanyalah sebagai sarana untuk menjegal Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Secara kasat mata terlihat bahwa partai-partai yang kalah pemilu 2009, tidak rela Partai Demokrat yang merupakan partai "kemaren sore" menjadi pemenang pemilu 2009 yang lalu. Bergulirnya kasus Century hingga ke Pansus Angket karena keinginan partai-partai yang kalah pemilu. Beberapa analis ekonomi-politik seperti Christianto Wibisono dan Faisal Basri merasakan hal ini. "Mereka ingin merebut kekuasaan, tidak melalui pemilu," kata Christianto suatu waktu di salah TV swasta. Menurutnya, Pansus Angket Century mengarahkan pendapat umum untuk melakukan impeachment terhadap kepala negara. Walaupun Mahkamah Konstitusi melalui ketuanya, Prof. Mahfud MD menegaskan bahwa upaya impeachment adalah sesutu yang sulit untuk dilakukan. Tapi, dalam kaidah politik, tidak ada yang sulit untuk dilaksanakan.

Kita masih ingat, dan masih "segar" dalam ingatan masyarakat Indonesia, bagaimana keinginan menjatuhkan SBY melalui people power via kasus Bibit-Chandra ternyata gagal. Pada kasus Bibit-Chandra, hampir saja terjadi people power seperti saat kejatuhan Presiden Soeharto dulu, namun ternyata SBY menyelesaikan kasus dengan cukup elegan, yaitu melalui jalur di luar pengadilan. Semula, yang diharapkan oleh penentang SBY adalah SBY mengintervensi pengadilan untuk menghentikan kasus ini, lalu mencopot Kapolri dan Jaksa Agung. Namun SBY tidak melakukannya, sebab jika SBY mengintervensi pengadilan maka berarti SBY melakukan pelanggaran hukum. Jika ini terjadi, maka para penentang SBY dengan mudah menyeret SBY sebagai seorang pelanggar hukum, dan ujung-ujungnya adalah impeachment. Setelah gagal menggoyang SBY melalui kasus Bibit-Chandra, kini para penentang SBY kembali mendapat semangat baru melalui kasus Bank Century. Mereka mulai menyiapkan amunisi dan merapatkan barisan untuk membuat pemerintahan SBY menjadi tidak stabil. Usaha pertama adalah mewacanakan agar Wapres Boediono dan Menkeu Sri Mulyani menonaktifkan diri atau kalau bisa mengundurkan diri supaya proses investigasi kasus Bank Century bisa berjalan lancar. Argumen mereka adalah jika Boediono dan Sri Mulyani tidak mau non-aktif, maka kedua orang ini akan menjadi beban bagi Pemerintahan SBY.

Bagi orang atau kelompok orang yang tidak menyukai Boediono sejak kampanye Pilpres yang lalu — dengan berbagai isu yang mendera pribadinya — maka kasus ini juga membangkitkan kembali bara api ketidaksukaan yang sempat hampir padam. Mereka ikut bergabung dengan para penentang SBY, hanya saja tujuan mereka berbeda. Jika penentang SBY ujung-ujungnya ingin SBY jatuh, maka penentang Boediono hanya ingin Boediono saja yang terkapar, sembari menunjukkan bahwa memilih Boediono ternyata adalah pilihan yang salah. Jika meminta Boediono dan Sri Mulyana mundur ternyata tidak mempan, maka usaha kedua adalah menghubungkan kasus Bank Century ini dengan Partai Demokrat dan keluarga SBY. Dibuatlah wacana bahwa tim kampanye Partai Demokrat, tim Sukses SBY, dan putera SBY menerima aliran dana dari kasus Bank Century ini. Meskipun SBY berkali-kali membantah, namun isu ini sudah terlanjur meletup menjadi bola panas. Kalau impeachment di tingkat Boediono maka bisa dilakukan melalui mekanisme sidang MPR. Ini pun akhirnya bisa dibajak oleh MPR. Dengan posisi pemenangan suara lebih dari 60 persen saat pemilu 2009, Presiden SBY harus memberikan ketegasan bahwa upaya penyelamatan Century karena krisis. Kalau-lah tanggal 20 November, tidak terjadi putusan itu (bailout) maka bisa saja kejadian seperti 1998 terulang kembali. Dalam hal ini, SBY tidak hanya berhadapan dengan partai opisisi yakni Hanura dan Gerindra, namun juga partai koalisi yang bergerak di wilayah abu-abu. Sri Mulyani dan Boediono hanya sasaran antara. Sasaran sebenarnya ya .......... SBY sendiri.

Tidak ada komentar: