Karena melihat ada sinar di paha putih mulus Ken Dedes
membuat Ken Arok yang sudra itu, kelak menjadi raja besar di tanah Jawa
(Pramoedya Ananta Toer : Arok-Dedes)
![]()  | 
| (c) sierraekspresmedia.com | 
Wanita, kata Foucault, sebagaimana 
halnya faktor lingkungan dan ekonomi, sering membuat alur sejarah tak 
berjalan "normal". Havelock Ellis yang digelari oleh Foucault sebagai 
"Darwinnya Ilmu Sejarah Asmara" menganggap wanita sering membuat sejarah
 berubah dari “alur resmi” atau “alur yang harus semestinya”. Mengikuti 
sejarah asmara tokoh-tokoh terkenal sepanjang zaman, membuat kita bisa 
memahami mengapa ada beberapa kalangan sejarawan menempatkan seks 
sebagai salah satu faktor pemicu perubahan sejarah. Dalam setiap abad, 
diberbagai tempat dan dalam berbagai strata sosial, kisah-kisah 
petualangan orang besar tidak bisa dilepaskan dari “peran” wanita (baca:
 asmara). Sejarah Peradaban Islam juga demikian. Bacalah secara 
objektif, sejarah para Sultan pasca Khulafaurrasyidin, wanita menjadi 
“cerita menarik sekaligus memiriskan”. Harem, sebuah “konsep 
sensualitas-erotik” kerajaan Turki Utsmany, menjadi catatan sejarah 
bagaimana wanita menjadi bahagian penting dalam kehidupan para Sultan 
(dan ini menjadi keheranan saya ........ salah satu organisasi yang 
mengusung konsep Khilafah justru menjadikan sistem kekhlaifahan Turki 
ini menjadi referensi mereka untuk mengaktualisasikan "imagine-society" 
mereka). Cerita 1001 malam Dinasti Abbasiyah, Selat Bhosporus yang 
menjadi kuburan ratusan para selir Sultan, hingga jumlah istri dan selir
 para Sultan “ummat Islam” mutakhir. Konon, Sultan Kuwait, Sultan Sabah 
al-Nahayan memiliki ratusan selir, dan seterusnya, dan seterusnya. 
Intinya, intrik politik, dalam peradaban ummat manusia ini, mulai dari 
“zaman batu” hingga zaman “Fathanah”, sejak masa "Cleopatra" hingga 
"Maharani Suciyono", kehadiran wanita menjadi salah satu penentu 
jalannya gerak sejarah. Karena wanita-lah, beberapa politisi potensial 
Indonesia harus melalui alur sejarah mereka yang "yang seharusnya tidak 
mereka alami".   
:: Malam ini, menikmati festivalisasi 
"Wanita-Wanita di sekitar Daging Sapi" (TVOne). Ketika melihat foto 
Darin Mumtazah, seorang PREN saya berkata, "mancimpua !" .... sambil 
menelan ludah, jakunnya pun turun naik.
:: saya minta maaf, tak ada niat sedikitpun "menyudutkan" makhluk Tuhan
 bernama wanita. Orang yang saya cintai di dunia ini, ibunda almarhumah,
 istri nan ayu serta anak-anak yang manis, mereka adalah wanita. Apa 
yang terjadi pada wanita, juga berlaku secara sama pada Laki-Laki.
referensi : Foucault (1998: terjemahan); youtube (film Cleopatra dan film Sparta)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar