
Contoh paling hebat ialah Wakil Ketua Komisi III Fahri Hamzah dari Partai Keadilan Sejahtera. Ia tidak percaya di dalam demokrasi ada lembaga superbodi. Lah, siapa yang kasih kewenangan superbodi kepada KPK kalau bukan DPR melalui Undang-undang No 30 Tahun 2002? Fahri bahkan menyatakan agar KPK dibubarkan. Siapakah yang berhak mencabut undang-undang? KPK tidak diatur dalam konstitusi. Kalau lembaga pemerintah yang menangani korupsi telah berfungsi secara efektif dan efisien dalam memberantas korupsi, DPR bisa membubarkan KPK. Logika tersebut termaktub di dalam undang-undang tentang KPK. Jelas sekali Benny, Azis, dan Fahri geram dengan KPK. Jika mereka ingin membubarkan KPK, bubarkanlah lewat undang-undang. Bersikaplah layaknya anggota parlemen sejati, bukan parlemen jalanan yang berteriak-teriak dari luar pagar. Pertanyaannya, apakah teriakan mereka itu juga teriakan Partai Demokrat, Partai Golkar, dan Partai Keadilan Sejahtera? Jika suara mereka bukan suara partai, seharusnya partai menindak mereka. Namun, sampai sekarang partai berkilah suara mereka merupakan suara pribadi. Padahal, tidak ada anggota DPR sebagai pribadi, dari calon independen, tetapi sebagai orang partai. Sebuah silat lidah yang juga dari pinggir jalan.
(c) editorial/mediaindonesia.com
Foto : anaktk.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar