
Ular Keempat Gus tf Sakai juga mencatat tentang perempuan yang diperkosa tentara pendudukan. Ibu dan kakak perempuan Janir, misalnya, diperkosa dan dibunuh tentara pusat karena dituduh mempunyai hubungan dengan kaum pemberontak. “Tentara APRI membunuh mamakmu yang dituduh tentara pusat itu mata-mata, membunuh ibumu yang karena mamakmu dibunuh jadi gelap mata, membunuh ayahmu yang dengan kalap ingin membalas kematian istrinya, membunuh kakak perempuanmu setelah berulang-ulang diperkosa,” tulis Gus tf Sakai. Perlakuan buruk terhadap perempuan di daerah pendudukan tidak saja dilakukan tentara pusat. Kaum pemberontak pun ada juga yang berlaku demikian kepada ‘orang kampungnya’ sendiri. Ini dilakukan baik karena keterpaksaan bathiniah terpisah dari istri selama bertahun-tahun atau karena moralitas kaum pemberontak yang terus memang merosot di tengah himpitan beratnya medan gerilya.
Di Luar Dugaan Soewardi Idris mencatat, setelah dua tahun lebih bergerilya di hutan-hutan dan terdesak di mana-mana, diceritakan Soewardi, kehidupan kaum pemberontak semakin terjepit. Hal ini mengakibatkan perbuatan mereka semakin nekat. Soewardi mencatat bagaimana kaum pemberontak mendatarkan sebuah kampung menjadi abu karena tak mau membantu menyediakan perbekalan. Dalam pada itu, “Anak-anak gadisnya kami seret untuk memuaskan nafsu,” tulis Soewardi pula. Di Luar Dugaan sendiri berkisah tentang seorang prajurit PRRI bernama Hadi. Dia bersama pasukannya melakukan pencegatan terhadap sebuah bus yang penuh muatan di Lubuk Silasih. Bus itu dicegat, lalu penumpang dan muatannya diturunkan. Pasukan yang mencegat membariskan penumpang perempuan dan menelanjangi mereka. Bagi prajurit-prajurit itu, perempuan-perempuan itu merupakan “hasil pencegatan yang paling besar, yang membuat anggota gerombolan kami mabuk karena gembira,” tulis Soewardi. “Mereka ingin agar wanita-wanita itu dibagi-bagi seperti membagi nasi bungkus.” Tokoh Hadi sesungguhnya telah ingin memperkosa seorang di antaranya. Tapi Halimah, begitu perempuan itu memperkenalkan diri, ternyata adalah istri adiknya. Hasrat-birahinya yang telah sampai ke ubun-ubun surut seketika. AA Navis dalam cerita pendek Sang Guru Juki (1990), juga berkisah tentang perlakuan buruk yang diterima perempuan. Mayor Ancok yang PRRI membiarkan anak buahnya memperkosa perempuan di desa-desa yang mereka duduki. “Apa salahnya bila anak buahku hanya memakai, bukan merampas perempuan itu?” alasan sang Mayor ketika berdebat dengan Si Dali, anak buahnya yang moralis, dalam sebuah kesempatan. Sang Mayor menganggap prajurit yang memperkosa sebagai “itulah resiko perang!”
Sumber : (Note FB : Deddy Arsa)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar