Senin, 26 November 2012

Selamat Memasuki Bulan Para Pahlawan

Oleh : Muhammad Ilham 

Ruth Mc. Vey mengatakan bahwa Soekarno, Hatta, Amir Syarifuddin Harahap, Sutan Syahrir, Tan Malaka dan Jenderal Soedirman, merupakan founding fathers Indonesia. Itu versia dia, bisa didebat-dibantah, setuju boleh, tak setuju, tak masalah. Namun yang penting, orang-orang yang disebut oleh Ruth Mc. Vey tersebut adalah manusia-manusia yang mengorbankan hidup mereka untuk bangsa dan tanah air ini, bukan untuk "memalak" apalagi menarik upeti.

____ Selamat Memasuki Bulan Para Pahlawan !!


source foto : historiaonline


Catatan Kritis#
(inspired : Film Nagabonar)

Bujang.
Walaupun si Mariam itu pencopet bin pencopet, tapi ia berperang melawan NICA.
Walaupun si Mariam itu hanya mengerti main catur,
Walaupun ia tak pandai membaca nama ayahnya, ia jenderal lubuk pakam, bujang.
Walaupun si Mariam itu jarang mandi, bencinya pada NICA tak punya nomor.

Sedih aku bujang.
Si Mariam tak pernah dicatat.

Ingat jadinya aku dengan si Ernst Bloch yang bergumam :

Ketika Tembok Cina selesai berdiri, kemanakah para budak di (ter)sembunyikan, mengapa justru Shih Huang Ti yang direkam sejarah ? .......... ketika Piramida selesai dibangun, kemanakah para budak dihilangkan, mengapa justru Firaun yang dicatat dalam sejarah ? 

Yakinkah kau bujang, begitu banyak di negeri ini orang seperti si Mariam ?

Atas Nama Agama atau Atas Nama Kemanusiaan

Oleh : Muhammad Ilham 

Beberapa jam, malam tadi, saya diskusi dengan beberapa kawan via facebook, dan kesimpulannya : Perjuangan rakyat Palestina adalah perjuangan kemanusiaan, bukan perjuangan agama.  Beberapa figur kunci yang menjadi "mastermind" perjalanan historis bangsa Palestina (kalau saya boleg istilahkan dengan "bangsa"), diantarnya adalah figur non-muslim. WADDI HADDAD, misalnya, adalah orang Palestina beragama Kristen yang merupakan mastermind dari kelompok Black September. Salah satu aksi yang paling dikenal dari kelompok tersebut adalah aksi penculikan dan pembunuhan terhadap 11 atlet Olimpiade Israel di Munich, Jerman pada tahun 1972. Tokoh lain yang sangat fenomenal tahun 1980-an, disamping Yasser Arafat, adalah GEORGE HABBASH. Habbash merupakan mantan pemimpin organisasi PFLP (Front Rakyat Pembebasan Palestina) yang dicap oleh media Israel dan media barat sebagai organisasi ultra radikal, bahkan jauh radikal dibandingkan Hamas. Kemudian ada tokoh lain yang dianggap sebagai perempuan pintar-Palestina, HANAN ASHRAWI, perempuan Kristen yang paling dikenal di dunia internasional. Selain menjadi legislator di parlemen Palestina, Hanan Ashrawi selama beberapa tahun sempat menjadi juru bicara delegasi Palestina dalam perundingan perdamaian. Ayah Hanan, Daoud Mikhail, adalah salah seorang yang ikut membidani lahirnya PLO (Organsisasi Pembebasan Palestina). 

 Referensi : Smith Al Hadar (1999), Riza Sihbudi (2001), Cahrles Honoris/detik.com

______ Bagaimana Fesbukiyyah ? Kita boleh beda pendapat, karena semua perbedaan pandangan itu, bermula dari bahan bacaan (mungkin bahan bacaan saya teramat sedikit). Dan inilah tanggapan beberapa facebooker (tidak semuanya saya publish) :

Soe Darman permasalahan Palestina tidak bisa hanya dilihat dalam perspektif kemanusiaan, karena kepedulian setiap orang berbeda-beda. yang bisa kita lihat adalah apa motif utama orang peduli terhadap Palestina. ada yang peduli karena di dorong oleh kemanusiaan, ada faktor agama, ada faktor politik..dan banyak lagi motif yang akan muncul.

Dewi Sartika Djamal sudut pandang yang berani, ada baiknya kita saling mencari referensi lagi agar tidak salah melangkah, karena ini masalah yang mendasar.   

Limpoel Chania · 19 teman yang sama“Di Palestina 50% penduduknya beragama Yahudi dan sisanya beragama Kristen dan Muslim yang berada di daerah Tepi Barat dan Yerusalem,” Duta besar Palestina untuk Indonesia, Fariz Mehdawi,.Tanggal 29 November oleh PBB ditetapkan sebagai Hari Internasional Solidaritas terhadap Palestina pada Sidang Umum PBB 12 Desember 1979. Tanggal ini dipilih karena pada 29 November 1947 PBB menerapkan resolusi 181 (II) atau yang dikenal dengan nama Partition Resolution. Resolusi ini mengatur pembagian Palestina menjadi dua, negara Yahudi dan negara Arab, dengan Yerusalem sebagai corpus separatum kedua wilayah. Namun, hanya satu negara yang lahir dari resolusi ini, yaitu Israel. Sementara Palestina masih diragukan kedaulatannya, bahkan oleh PBB sekalipun.....jadi...dan siapapun yang ada di palestine, apapun keyakinannya, apapun tendensinya, mereka juga manusia yang memiliki hak untuk hidup sebagaimana mestinya. Ini masalah kemanusian, Ini masalah pembantaian yang ada disana, wanita, anak-anak, dan masyarakat sipil yang telah menjadi korban kesemena-mena'an Israel di palestine. Saya rasa manusia manapun akan terusik jiwa kemanusiaannya terlepas dari apapun keyakinannya ketika melihat apa yang sedang menimpa saudara2 kita disana. 

Johannes Bambang Arianto · 2 teman yang sama
Sudah diprediksi dari dulu dan diulang, tujuan mereka itu berpropaganda untuk konsolidasi di Indonesia dengan tujuan memperoleh suara demi Pikalda atau keperluan lain.Kalau membela kaum syiah di Sampang Madura, pastilah tidak popoler. Membutakan diri dan anehnya banyak yang mau dibutakan. Bila pada suatu saat akan terjadi kedamaian di Palestina, kita di Indonesia yang hancur/terpecah belah , karena soal yang sama. Palestina.

Taufiq Tan Menarik sekali hasil diskusinya bung Ilham, kita tidak bisa melupakan perjalanan historis yang membuat negara israel dari tidak ada menjadi ada. lahirnya negara israel itu sendiri adalah kejahatan kemanusiaan, karena mereka melakukan perampasan, pencaplokan dan pengusiran terhadap warga palestina. jadi Kalau konflik israel dan palestina ini dipahami sebagai masalah kemanusiaan, maka selama israel itu ada, selama itu pula kejahatan kemanusiaan itu berlangsung, bukankah begitu bung? jadi perjuangan panjang rakyat palestina untuk memperoleh kembali hak2nya sudah complicated, di sana sudah termasuk masalah kemanusiaan, harga diri, dan agama. Kenapa juga agama? karena menurut saya, palestina dan masjid al-aqso sudah menjadi simbol kehormatan kaum muslimin, al-aqsha adalah milih sah kaum muslimin, bukan hanya muslim di palestina, tapi juga muslimin di seluruh dunia, karena itu membela dan mempertahankan eksistensinya sama dengan mempertahankan eksistensi kaum muslimin itu sendiri...dan menurut saya kita semua wajib mempertahankannya.... Israel memang berkepentingan untuk mengisolasi konflik ini dari dunia internasional. ketika pertama kali mereka mencaplok tanah palestina, seluruh dunia marah, tapi israel bisa mengisolasinya menjadi konflik kawasan, bahwa ini hanya urusan israel vs negara2 arab. setelah perang arab -israel selesai yang berakhir dengan kekalahan negara2 arab, mereka mengisolasi lagi konflik ini menjadi urusan Israel dan Palestina, negara arab tak usah ikut campur. kemudian diisolasi lagi menjadi israel vs PLO, kemudian diisolasi lagi menjadi menjadi israel vs hammas. mereka membuat citra bahwa israel tidak berperang melawan rakyat palestina, tapi melawan organisasi yang bernama hammas. sejak itu, dunia tidak peduli lagi dengan konflik israel vs hamas dan menganggap itu bukan urusan mereka. karena kepedulian dunia hanya pada kemanusiaan, dunia hanya bereaksi ketika ketika konflik menimbulkan korban. di luar itu banyak masyarakat Islam di seluruh dunia merasa konflik palestina bukan urusan mereka. apakah hasil diskusi bung Ilham dan kawan2 adalah bukti keberhasilan israel mengisolasi isu ini? wallahualam (yang terakhir ini just joking bung Ilham..wassalam)

Muhammad Ilham Fadli Bung Taufiq Tan ..... saya-pun belum sependapat dengan kesimpulan diskusi. Mungkin simpulan Soe Darman yang bisa menjadi "jalan tengah". Tergantung motivasi (walau ini terlampau sederhana bila dikaitkan dengan kajian politik internasional), ada yang melihat sebagai motivasi agama, ada yang melihat sebagai motivasi politik. Tapi (jujur) saya terkejut dengan statement Dubes Palestina di Jakarta, sebagaimana yang dijelaskan diatas oleh Liompoel Limpoel Chania. Tapi ungkapan Dubes tersebut bisa dikritisi. Bila Palestina itu secara geografis masuk daerah Israel, Yerusalem dan seterusnya, bisa jadi secara demografis orang Yahudi berjumlah lebih kurang 50 %. Tapi bila secara spasial hanya meliputi Daerah Otoritas Palestina (sekarang), tentu ungkapan si Dubes bisa dikatakan tak benar (ini juga pernah dibantah oleh Aristo Munandar di Harian Pedoman Masyarakat). _________________ Tentang Isolasi Isu, bisa benar bila dilihat dari "Manajemen Issu". Bagaimana-pun juga, politik adalah bagaimana mengatur isu. Kalau saya, hingga hari ini, (mana tahu nanti bisa pula berobah), masih memegang parameter UUD 1945 ...... bahwa penjajahan harus dihapuskan. Dan saya memahami, Israel mencaplok wilayah Palestina.

Limpoel Chania 
Semua mesti meluruskan keadaan yg sebenarnya, kadangkala banyak diantara kita yg terjebak dengan informasi yang ada dimedia, dan itupun dijadikan rujukan satu2nya, jaman sekarang apa yg nggak bisa dilakukan, sejarahpun bisa diputar-balikkan..mengapa harus palestina dan Israel, mengapa bukan Rusia dengan Amerika bersiteru jika dilihat dari kacamata pencaplokan wilayah?...Semua ini membingungkan, tentu saja karena keterbatasan kita yang kurang mengetahui sejarah yang sebenarnya..Apakah ini memang benar masalah kemanusiaan, atau masalah politik atau bisa saja masalah agama...Kalau masalah d indonesia sebahagian menganggap itu semua karena ulah tangan manusia, ketidakbecusan (maaf) pemimpinnya saja., berbeda dengan masalah palestina yang diperangi...wallahu'alam

Shofwan Karim Seperti tercantum di dalam diktum pembukaan UUD Negara RI 1945.

Andri Azis Tapi bisa saja banyak yang akan menyangka mereka pula yang membuat posisi Palestina tersudutkan Bang. Mudah-mudahan tidak benar.

Faisal Zaini Dahlan R. Garaudi menulis buku "The Case of Israel, a Studi of Political Zionism"....TETAPI diterjemahkan ke dalam bhs Indonesia menjadi "Zionis, Sebuah Gerakan Keagamaan dan Politik" . Dalam kesimpulan nomor 2 Garaudi menulis (2). Unsur doktrin yang dianut oleh negara Israel, Zionisme, sebagai sebuah gerakan politik, yang lahir bukan bersumber kepada tradisi Yudaisme, yang hanya sekedar memberikan kepada doktrin tersebut suatu penyamaran serta dalih-dalih pembenaran tindakan-tindakan yang dilaksanakan, tetapi sesungguhnya berasal dari nasionalisme dan kolonialisme Barat abad ke-19 adalah sebuah bentuk rasisme, nasionalisme, dan kolonialisme. (hal. 301).

Dina Y. Sulaeman Saya lebih suka menganalisisnya dari berbagai sisi, tdk membatasinya pada aspek2 tertentu. Saat berbicara dg sesama muslim, sangat layak bila perjuangan Palestina dibawa ke ranah agama, karena ada hadis dan ayat soal persaudaraan. Saat berbicara dg audiens umum, aspek kemanusiaan juga sangat tepat utk menganalisis Palestina. Saat bicara di ranah politik, Israel pun tetap bisa dikritik habis2an. Intinya, dari sisi apapun kita bicara, tetap saja, Israel adalah negara illegal.

Nano Hadinoto Kami, yang berada di Eropa, cenderung melihat masalah ini sebagai fenomena sosial-politik-ekonomi. Sosial, karena adanya kesenjangan sosial di wilayah itu, politik, karena tebalnya aspek politik internasionall, yang menyangku negata adidaya, dan ekonomi, karena seluruh wilaya Timur Tengah mengandung aspek ekonomi, yang mendominasi segalanya. Tak heran, armada negara negara adidaya berpatroli disana. Aspek agama SANGAT tipis, karena palestina pasti tidak menggebuk Israil karena mereka yahudi, namun karena mereka ingin merdeka, dan itu hak mereka. israel sebaliknya tak mungkin menggebuk Palestina karena Islam, sebab, kalau mau gebuk Islam, silakan gebuk Iran, Turki, Libya, Arab Saudi, Kuweit, Yemen, mesir, Yordania... tak mungkin lah.

Abrar Broer perspektif apa pun akan benar..karena semuanya terjalin dalam ranah yang holistik..agama, politik, ekonomi dst. Tp apapun judulnya..amerika lebih berpihak u israel..harus ada kekuatan pembanding untuk menyeimbangi dominasi dan kepercayaan negara2 terhadap amerika untuk menghentikan perperangan ini.

Nano Hadinoto Kesimpulan mas Fadli didukung fakta dilapangan. Uni Eropa yang 99,9% Kristiani selalu mem-back Palestina (walau tak berani menentang AS), memberikan sumbangan dana yang besar sekali tiap tahun untuk anggaran belanja Palestina, Jerman yang Kristiani tak henti henti memberikan bantuan tekhnologi. Jerman melatih polisi Palestina dan mempersenjatai mereka. Bantuan ini lebih daripada bantuan Indonesia, sebuah negara Islam terbesar didunia. SELURUH Amerika Latin, yang 100% Katholik, memback Palestina, juga di PBB. Mereka bukan kawan Israil. Kita lihat? Perjuangan rakyat palestina adalah perjuangan LINTAS agama. Juga saudara saudara kita, warga Indonesia Hindu Bali, Kristen, Buddha, Konghucu bersimpati pada perjuangan rakyat palestina. Tak ada yang ingin membantu Israil. 

Nico Varnindo Vargas mantap ! 

sumber : Muhammad Ilham Fadli Facebook 

Asyura dan Budaya Syiah Nusantara

Ditulis ulang : Muhammad Ilham

Sejarawan Minangkabau Muhammad Ilham menilai Tabuik dan pengaruhnya Syi'ah di Minangkabau adalah realitas sejarah yang tak bisa dipungkiri. "Dalam konteks sosiologis, simbol-simbol budaya semacam Tabuik tidak bisa dipisahkan dari realitas sosial historis sebuah masyarakat," tegasnya 

Eksistensi umat Syiah di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini mulai digerus sejumlah kalangan yang menolak kebhinekaan, dan memahami persatuan sebagai penyamaan. Pasca penyerangan terhadap muslim Syiah di Sampang, muncul gelombang baru anarkisme terhadap berbagai kegiatan ritual Syiah.   Hari Ahad (25/11), segelintir orang yang mengklaim mewakili ormas Islam tertentu menyerang peringatan Asyura yang digelar warga Syiah di gedung pusat kegiatan penelitian Universitas Hasanudin Makassar. Akhirnya peringatan mengenang perjuangan Imam Husein melawan rezim Yazid yang lalim Itu dihentikan di tengah jalan, setelah berjalan sekitar dua puluh lima menit. Para penyerang beralasan peringatan hari Asyura dilarang berdasarkan fatwa MUI. Dengan represif, para penyerang itu memaksakan keyakinannya bahwa peringatan Asyura menyimpang dan harus dihentikan.   

Jika menengok sejarah, peringatan Asyura telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari budaya Islam nusantara. Misalnya, perayaan Tabuik di Kota Pariaman Sumatera Barat, yang dilaksanakan tiap 1 hingga 10 Muharram, merupakan ritual budaya lokal yang telah berlangsung selama bertahun-tahun dari satu generasi ke generasi hingga kini. Warga Pariaman, Sumatera Barat, mengawali tahun baru Hijriyah dengan menggelar ritual budaya Tabuik. Prosesi tersebut dilakukan dalam dua kelompok yaitu kelompok tabuik Pasa dan kelompok tabuik Subarang yang akan diiringi oleh arakan serta ditemani dengan dentuman gandang tasa. Ritual yang digelar bertepatan dengan tanggal 1 Muharram 1434 Hijriyah itu dimulai dengan upacara "maambiak tanah," pengambilan tanah dari dasar sungai yang berbeda dan berlawanan arah oleh dua kelompok Tabuik. Prosesi itu dilakukan oleh seorang laki-laki dari keluarga pengurus tabuik. Dia mengenakan pakaian putih, melambangkan kejujuran kepemimpinan Husein, cucu Nabi Muhammad Saw.  Menurut Tuo (sesepuh) Tabuik, Nasrul Syam, ritual ini tidak hanya sekedar pengambilan tanah saja, tetapi merupakan simbol dari pengambilan jasad Husein yang mati syahid dalam perang Karbala melawan penguasa Yazid Bin Muawiyah. (Antara, 15/11). Kemudian, Tanah yang diambil tersebut kemudian dibungkus dengan kain putih seolah-olah mengafani jasad Husein, lalu dimasukkan ke dalam panci yang kemudian juga dibungkus dengan kain putih. "Kemudian panci yang sudah dibungkus kain putih tersebut akan diletakkan di Daraga (tempat pembuatan tabuik)," jelas Tuo Tabuik.   

Sejarawan Minangkabau Muhammad Ilham menilai Tabuik sebagai pengaruh Syi'ah di Minangkabau adalah realitas sejarah yang tak bisa dipungkiri. "Dalam konteks sosiologis, simbol-simbol budaya semacam Tabuik tidak bisa dipisahkan dari realitas sosial historis sebuah masyarakat," tegasnya. Jika di Sumatera ada tradisi Tabuik memperingati Asyura, di Jawa, pada bulan Muharam, para tetangga saling berkirim ‘bubur Sura' atau ‘jenang Suro', sebuah makanan khas Asyura. Bubur dengan warna putih sebagai simbol kesucian, dan warna merah menjadi simbol kesyahidan Imam Husein yang dibantai Yazid di padang Karbala. Inilah fakta budaya yang yang tidak bisa dipungkiri oleh para "Panitia Surga" yang berupaya memberangus kekayaan khazanah Islam nusantara dengan penafsiran tunggal atas Islam.(IRIB Indonesia/PH)

Klik :http://indonesian.irib.ir/hidden-1/-/asset_publisher/m7UK/content/asyura-dan-budaya-syiah-nusantara?redirect=http%3A%2F%2Findonesian.irib.ir%2Fhidden-1%3Fp_p_id%3D101_INSTANCE_m7UK%26p_p_lifecycle%3D0%26p_p_state%3Dnormal%26p_p_mode%3Dview%26p_p_col_id%3Dcolumn-1%26p_p_col_count%3D3

_____ Catatan tambahan : Kita tidak ingin seperti Nugroho Notosusanto yang berusaha "mencocok-cocokkan" fakta sejarah agar sesuai dengan keinginan rezim, atau kita tidak ingin seperti Raja-Raja Melayu Pesisir (dulu) yang berusaha mencari silsilah ke keturunan "epicentrum Islam" dengan membantah dan menafikan bahwa mereka pada dasarnya adalah keturunan para perompak laut. Karena struktur sosial politik yang berkembang, haruskah fakta-fakta historis kita nafikan ?

Minggu, 25 November 2012

Di Bulan Tak Ada Minyak


(Akhirnya) saya faham bin mafhum, mengapa setelah Neil Amstrong cs. mendarat di bulan, Negara Paman Sam dan USSR (Rusia) hingga sekarang tidak lagi "ngotot" mendaratkan manusia di bulan ini. Selidik punya selidik, rupanya bulan tak punya minyak. He he he !


(c) rationalist

Fatwa Sesat di Balik Penyerangan Hari Asyura


Muhammad Ilham memandang gelombang aksi anarkis terhadap kelompok sempalan Islam dipicu oleh fatwa sesat sepihak yang muncul beberapa tahun belakangan. Intelektual muda Minangkabau ini menilai fatwa sesat terhadap sesama mazhab Islam itu muncul baru sekitar sepuluh tahunan terakhir. "Ini tidak ada preseden sejarahnya," tutur Ketjur Sejarah Kebudayaan Islam IAIN Padang Itu. Bagi dosen Politik Islam ini, para ulama dahulu seperti HAMKA tidak pernah mengeluarkan fatwa sesat terhadap Ahmadiyah, apalagi Syiah. Menurutnya, fatwa sesat terhadap Syiah muncul belakangan karena ulama terkooptasi politik penguasa.

Siang hari bolong di gedung kecil nan sempit sebuah kampus negeri terkemuka di Makassar, beberapa anak melantunkan lagu duka.Tepat di depannya, barisan Ibu-ibu yang berdiri menangis tersendu-sendu mendengar lagu yang menceritakan perjuangan Imam Husein di padang nan gersang bernama Karbala. Siang ini, tepat 1373 tahun yang lalu, Imam Husein menghembuskan nafas terakhir diterjang anak panah, tombak dan senjata tajam lainnya dari berbagai arah. Bersama keluarga dan segelintir pengikutnya, cucu Rasulullah Saw itu menunaikan tugasnya membela ajaran Islam yang dibajak oleh penguasa lalim. Putra Singa Arab ini memilih mati syahid, dari pada harus berbaiat kepada penguasa durjana yang menggunakan simbol-simbol agama untuk menindas orang lain. Dari mulut Husein terucap, "Ya Allah, terimalah pengorbanan kecil ini." Di tengah suasana khidmat itu, tiba-tiba datang segelintir orang berjenggot dengan pakaian putih-putih mengacaukan konsentrasi peserta yang siap mendengarkan ceramah . Dengan nada sangar para penyerobot itu memicu kegaduhan. Suara keras memekakan telinga bergema, "Allahu Akbar, Bubarkan Syiah!!." Seruan itu disambut damai dengan lantunan salawat yang dikomando sang penceramah yang baru beberapa menit menyampaikan pidatonya. 

Di depan anak-anak dan perempuan yang mulai diamankan panitia supaya menjauh dari massa penyerang, salah seorang pria berjenggot dengan raut muka bengis merebut microphone dan berteriak menyebut syiah sesat dengan klaim sepihak, fatwa MUI yang sudah kadaluarsa dan validitasnya dipersoalkan banyak kalangan ulama dan intelektual sendiri. Batapa tidak, berbagai pertemuan nasional dan internasional telah menyatakan bahwa Syiah bagian dari Islam. Misalnya, Deklarasi Amman (9/11/2004) yang dideklarasikan bersama oleh 200 ulama dari lebih 50 negara, menegaskan bahwa mazhab Syiah (Ja'fari dan Zaidi) sebagai bagian dari Islam. Di luar gedung, massa yang hendak mengikuti acara dihalau oleh gerombolan bermotor lengkap dengan helm dan pentungan. Akhirnya acara mengenang perjuangan Imam Husein membela Islam dari kooptasi penguasa zalim itu terpaksa diakhiri, meski baru berjalan 25 menitan. Peristiwa Karbala terulang dalam bentuk lain, kekerasan kembali dilancarkan atas nama agama oleh segelintir orang untuk menghentikan acara keagamaan pihak lain. Sehari sebelumnya, oknum massa dari ormas Islam tertentu itu nyaris menggagalkan peringatan Asyura yang digelar di Jalan Urip Sumoharjo, Makassar. Situs Detik melaporkan, sekitar seratus anggota Front Pembela Islam (FPI) Sulawesi Selatan menyatroni gedung Graha Pena, Jumat (23/11/2012) sekitar pukul 22.30. namun aksi mereka berhasil dihalau oleh seratusan anggota Polsek Panakukang dan Satuan Brimob Polda Sulsel yang bersenjata lengkap. Tampaknya, apapun acara yang dilakukan oleh orang yang berbeda dengan keyakinan mereka harus diberangus. Bagi mereka persatuan adalah penyeragaman. Dan jika berbeda harus dimusnahkan. Bahkan seminar persatuan umat Islam yang berlangsung tiga pekan lalu di Jantung Indonesia Timur itu nyaris bernasib serupa. 

Sekitar sebulan lalu, aksi-aksi anarkis yang hampir serupa terjadi di sebuah kampus Islam negeri Jawa Timur. Dialog tentang Syiah dihentikan setengah jalan, gara-gara provokasi seorang oknum tokoh yang dikenal paling getol menyebarkan virus-virus anti persatuan Islam di seantero pulau Jawa. Oknum ini pulalah yang memprovokasi lahirnya fatwa sesat sepihak terhadap syiah. Sejarawan Muslim, Muhammad Ilham memandang gelombang aksi anarkis terhadap kelompok sempalan Islam dipicu oleh fatwa sesat sepihak yang muncul beberapa tahun belakangan. Intelektual muda Minangkabau ini menilai fatwa sesat terhadap sesama mazhab Islam itu muncul baru sekitar sepuluh tahunan terakhir. "Ini tidak ada preseden sejarahnya," tutur Ketua Jurusan Sejarah Kebudayaan Islam IAIN Padang Itu. Bagi dosen Politik Islam ini, para ulama dahulu seperti HAMKA tidak pernah mengeluarkan fatwa sesat terhadap Ahmadiyah, apalagi Syiah. Menurutnya, fatwa sesat terhadap Syiah muncul belakangan karena ulama terkooptasi oleh politik penguasa. "Ada kepentingan  parpol yang menjual isu penyesatan ini," pungkasnya. (IRIB Indonesia/Purkon Hidayat)

KLIK : http://indonesian.irib.ir/hidden-1/-/asset_publisher/m7UK/content/fatwa-sesat-di-balik-penyerangan-hari-asyura?redirect=http%3A%2F%2Findonesian.irib.ir%2Fhidden-1%3Fp_p_id%3D101_INSTANCE_m7UK&p_p_lifecycle=0&p_p_state=normal&p_p_mode=view&p_p_col_id=column-1&p_p_col_count=3

Rabu, 21 November 2012

Catatan "Galau" # 1 - 2 : Dialog Imajiner Nagabonar

Oleh : Muhammad Ilham

____ dari beragam interaksi siang tadi.

Catatan #1

Begini saja, Bujang !!
Jangan kau kutuk kegelapan
Nyalakan saja lilin yang kau punyai
Bila ia tak ada
Tak salah pula bersenyap sunyi
Bukan karena kita lemah
Karena itu adalah sebuah solusi

Begini saja, Bujang !! !
Teruslah berharap menjadi lebih baik kedepan
Karena bak kata Lut Szun, berharap itu umpama jalan ditengah rimba. Pada awalnya tak ada, tapi karena sering dilalui, maka jalan itu ada dengan sendirinya.

Begini saja, Bujang !!
Jangan kau anggap orang tak sayang sama kau
kadang-kadang sering kita bersangka salah
Tertutup pintu di depan
Pintu yang lain banyak terbuka
Dan ... mata kau, hanya menghadap dan mengutuk pintu yang tertutup itu.

(untuk kawan, yang selalu melihat segala sesuatu, terlampau ideal. mungkin karena ini pula, ia sering mengutuk)


Catatan #2.

bujang. aku nagabonar bujang. setelah mak-ku, kau-lah orang yang aku sayang. oh ya aku lupa, ada satu lagi, si kirana, yang seharum sabun padang sidempuan itu. harum kali dia bujang, kalau ia lalu, aromanya menggetarkan kelelakian saya seperti bergetarnya rumah mak kau ketika kereta api medan belawan lewat.

bujang menontonkah kau Indonesia Lawyer Club minggu lalu.
tentang grasi si cantik gembong narkoba Ola,  (tapi lebih cantik Kirana. karena itu lagu Bunga Tanjung kupersembahkan selalu padanya)
hangat nian diskusinya.
tapi aku berfikir, memang tuluskah para raja negeri ini memberi grasi itu ?
walau mereka bilang tulus, saya tak percaya.
ingatkah kau NICA, bujang. 

mereka berunding-berunding, tapi NICA masuk juga. 
bohong mereka.

rasanya, kita bisa berguru pada Al Pacino.
tahu kau Al Pacino bujang ?
itu, lelaki ganteng berwajah tirus.
ia lakon paling menarik dalam serial God Father.
di film ini, si Al Pacino pernah berujar :
Tak ada hal yang bisa diputuskan sepihak.  Kompromi senantiasa terjadi. 
 Aku memberikan X kepadamu, kamu memberikan Y kepadaku. 
Tentu saja ada akal sehat dan rasa keadilan yang bekerja di sana tapi juga kepentingan
 ...... yang tak selamanya luhur ".


http://www.desktopwallpapers.in

Padang, dari pukul 14.30 hingga 15.30 waktu Lubuk Lintah
(lebih kurang)


Selasa, 20 November 2012

Israel Sedang Menguji Loyalitas Obama

Oleh : Muhammad Ilham 

“When I am the President, the United States will stand shoulder to shoulder with Israel ….." 
(Obama)

Israel sedang "mentesting" Obama. Secara politik, Israel berharap agar Matt Romney yang terpilih karena (teramat) berorientasi pada Israel. Tapi publik Paman Sam ternyata lebih menyukai suami Michelle Obama ini. Dan, Israel ingin menguji sebuah hal yang bernama "kesetiaan" ..... dan Obama (serta siapapun nantinya Presiden AS), pasti setia. Sangat tidak mungkin Obama melawan arus “pakem” kebijakan politik standar Amerika Serikat, apalagi Obama nyata-nyata telah mendukung Israel sebelum ia jadi Presiden. Persoalan Palestina-Israel, lebih memungkinkan hanya bisa diselesaikan oleh komunitas Timur Tengah, khususnya negara-negara Islam Teluk. Kita tak bisa berharap banyak pada PBB, demikian juga dengan Amerika Serikat, siapapun presidennya. Dalam ilmu politik, antara Israel dan Palestina telah terjadi cyrcle bargaining, siklus tawar-menawar. Siapa yang menunggangi dan ditunggangi, tidak jelas secara konkrit. Apakah Israel yang menunggangi Amerika Serikat atau sebaliknya. Namun yang jelas, hubungan Amerika Serikat dan Israel adalah hubungan simbiosis mutualis, saling menguntungkan. Oleh karena itu, kemauan politik negara-negara Timur Tengah-lah yang lebih rasional dan memungkinkan. 

Salah satu bukti kesetiaan itu terlihat dari tanggapan Gedung Putih berkaitan dibombardirnya Gaza dalam minggu terakhir ini. Dunia internasional (termasuk PBB dan ASEAN) "mengutuk" dibombardirnya Gaza tersebut. Namun Israel - sebagaimana halnya dengan tindakan negara ini pada waktu-waktu terdahulu - tetap tak bergeming. Sedangkan Gedung Putih, mendukung (selalu) tindakan negara Zionis ini, dengan menyelipkan sedikit "pesan kemanusiaan" yang mudah dibaca sebagai "kamuflase diplomasi internasional", sebagaimana tanggapan Obama tentang Gaza.  "Presiden menegaskan kembali dukungan AS terhadap hak Israel untuk mempertahankan diri, dan juga menyampaikan penyesalan mendalam atas jatuhnya korban jiwa baik dari warga sipil Palestina maupun Israel," demikian pernyataan Gedung Putih seperti dilansir AFP, Sabtu (17/11/2012). PM Netanyahu yang menginisiasi telepon tersebut, menyampaikan apresiasi mendalam atas investasi AS bagi roket Iron Dome dan sistem pertahanan mortar. Menurut Netanyahu, persenjataan tersebut secara efektif melawan roket yang ditembakkan oleh militan Hamas dari Jalur Gaza. "Efektif melawan ratusan roket yang ditembakkan dari Gaza dan berhasil menyelamatkan banyak nyawa warga Israel," imbuh pernyataan tersebut yang mengutip pernyataan Netanyahu. Namun, pernyataan Gedung Putih tidak memberikan penjelasan lebih lanjut soal rencana kedua negara. Hanya disebutkan bahwa, kedua pemimpin juga mendiskusikan soal cara untuk meminimalisir konflik yang terjadi.

“When I am the President, the United States will stand shoulder to shoulder with Israel", demikian Obama.  

Berikut tanggapan beberapa kawan (facebooker) di Facebook saya : 

Anis Ahmad semua sedang mengetes pak Muhammad Ilham Fadli...menurut Rabbi Jonathan Sacks yang berbicara kpd BBC..eskalasi ketegangan saat ini antara Israel dan Hamas "ada hubungannya dengan Iran, sebenarnya. lebih lanjut bisa disimak di surat kabar Sayap kiri Israel Haaretz telah menerbitkan serangkaian artikel sepanjang minggu ini yang menunjukkan bahwa penyerangan ke Gaza bisa menjadi "pemanasan" untuk menyerang Iran.

http://www.haaretz.com/weekend/week-s-end/for-netanyahu-gaza-escalation-could-pave-the-way-to-iran-strike.premium-1.478369

masih inget ttg drone hizbullah yang menyelinap ke israel dan berhasil memotret latihan perang antara IDF dan Us Army?
mereka sdh siap2 utk melakukan latihan perang dlm menghadapi Iran

http://www.bizpacreview.com/hezbollah-drone-transmitted-preparations-for-israeli-u-s-joint-military-exercise/
 

Secara teori, pasukan yang mampu menyerang Ahmed Jabari akan dapat menentukan lokasi Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad. Dan dengan pasukan tersebut juga mampu menghancurkan roket Fajr serta rudal Shihabs, serta instalasi nuklir Iran.

Juru Bicara IDF
menekankan bahwa "Jalur Gaza telah menjadi garis depan pangkalan Iran." Pada pandangan pertama, Operasi Pilar Pertahanan tampaknya ditujukan pada arena Palestina, namun pada kenyataannya diarahkan atas permusuhan Iran terhadap Israel. "

"Operasi Pillar of Clouds merupakan tes praktek keahlian untuk komandan Angkatan Udara Israel dan kepala Intelejen IDF, Mayor Gens Amir Eshel dan Aviv Kochavi."

http://www.youtube.com/watch?v=P6U2ZQ0EhN4&feature=player_embedded

M Arief Pranoto Mungkin kalau Henry Bannerman masih hidup, ia akan berkata "peran yang dimainkan sudah benar" --- menjadi organ pemecah-belah di Jazirah Arab.

Muhammad Ilham Fadli Dan LUCUnya, cuma IRAN yang bersuara keras, sedangkan negara TimurTengah yang (katanya) Islam itu, semuanya mendiam bisu, buta dan pekak bin tuli : _____ http://news.detik.com/read/2012/11/19/104134/2094064/1148/ahmadinejad-kecam-serangan-israel-ke-gaza?nlogo

Referensi : BBC/AFPNews & detik.com (Foto : republika.co.id)
   

Minggu, 18 November 2012

Gaza Massacre

Ibarat dalam fotografi, untuk menghasilkan gambar yang bagus dan tidak blur maka harus focus. Demikian pun dalam memahami sengketa di jalur Gaza, bukan Yahudi yang kita benci -  apakah itu Yahudi sebagai pribadi, budaya, dan juga sebagai agama. Yang kita benci adalah Zionis yang sangat keji, dan (terkadang) juga ada di sekeliling kita. 

| An-Nu’man bin Basyir berkata, Nabi SAW bersabda :"Engkau akan melihat kaum mukminin dalam kasih sayang dan cinta-mencintai, pergaulan mereka bagaikan satu badan, jika satu anggotanya sakit, maka menjalarlah kepada anggota tubuh lainnya sehingga badannya terasa panas dan tidak dapat tidur." H.R. Bukhori | 









(Foto : AFPNews/Zen Mehbob)

Minangkabau (Nan) Dinamis : Pengantar Jurnal Khazanah

Oleh : Muhammad Ilham

Tulisan ini merupakan "Pengantar" Jurnal Khazanah Fakultas Adab & Ilmu Budaya IAIN Padang Volume III/Nomor O8 Juli-Desember 2012

Minangkabau dikenal sebagai entitas etnik – dalam bahasa antropologi – yang terbuka dan egaliter. Karena itu, dalam sejarah, etnik ini mampu melahirkan figur-figur dalam sejarah pergerakan Indonesia yang tak-lah seragam seumpama Tan Malaka, Mohammad Hatta, dan Sutan Sjahrir. Mereka bertiga ini didaulat sebagai bagian dari Bapak Revolusi Indonesia selain Soekarno. Tan Malaka yang dari Pandan Gadang, Hatta dari Batuhampar dan Syahrir yang juga kakak Rohana Koedoes dari Koto Gadang ini sama-sama egois. Selalu berselisih paham tentang bagaimana memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan. Mrazek pernah menarasikan bagaimana "egoisme ideologis" mereka bertiga ketika diskusi mengenai "arah masa depan" republik tercinta. Berawal di Berlin Jerman, di rumah salah seorang dedengkot komunis Hindia Belanda pada tahun 1920-an, Darsono namanya. Di rumah Darsono ini, tiga anak muda mereka bertemu dan berdebat panas. Mohammad Hatta sengaja datang dari Belanda. Tan Malaka juga. Tan berapi-api menjelaskan komunisme yang dasarnya demokrasi tulen. ”Bukankah komunisme itu mengesahkan diktator, Bung? Karl Marx menyebut diktator proletariat,” Hatta, 20 tahun, menyela. ”Itu hanya ada pada masa peralihan,” Tan menukas. Dia melanjutkan, ”Peralihan kekuasaan kapitalis ke tangan masyarakat. Kaum buruh merintis jalan ke arah sosialisme dan komunisme yang terselenggara untuk orang banyak di bawah pimpinan badan-badan masyarakat. Jadi bukan diktator orang-seorang.”

Dalam bukunya "Memoir", Mohammad Hatta menceritakan kembali percakapan itu. Dalam buku itu Hatta setuju pada pandangan Tan, yang lebih tua tujuh tahun. Bahkan ia mengomentarinya: jika begitu Tan pasti tak setuju dengan cara otoriter Joseph Stalin memimpin Rusia. Dan itulah perseteruan ideologis duo Minang ini. Hatta sangat menentang komunisme. Ia menganjurkan koperasi dalam menegakkan ekonomi Indonesia. Sebaliknya, Tan percaya, jika digabung, Pan-Islamisme dan komunisme bisa menjadikan Indonesia digdaya. Hatta dan Tan sudah seperti musuh. Hatta buka kartu kenapa ia selalu curiga dan menentang Tan. Hatta menganggap Tan selalu meremehkannya. ”Dia selalu menganggap kami (Soekarno-Hatta) anak ingusan,” katanya. Hatta, sebetulnya sudah tak senang kepada Tan sejak di Amsterdam. Pada 1927, setahun setelah ”pemberontakan” Partai Komunis Indonesia yang gagal, Hatta meminta tokoh-tokoh komunis menyerahkan pimpinan revolusi kepada tokoh nasionalis. Berbeda dengan Semaun, Ketua PKI, yang langsung teken ketika disodori deklarasi itu, Tan menolak. Penolakan itulah yang ditafsirkan Hatta sewaktu berbicara dengan Soekarno sebagai sikap sentimen Tan kepadanya. Padahal, Tan Malaka hanyalah berpandangan bahwa pemimpin revolusi tak boleh dipegang orang selain komunis. Perbedaan itu melekat hingga Indonesia merdeka. Pada 23 September 1945, sebuah rapat digelar di rumah Menteri Luar Negeri Ahmad Soebardjo. Hatta menawari Tan ikut dalam pemerintahan. ”Tidak, dua (Soekarno-Hatta) sudah tepat. Saya bantu dari belakang saja,” kata Tan. Hatta menganggap penolakan itu sebagai keengganan senior dipimpin orang yang lebih muda. Tak mengherankan ketika Soekarno keceplosan membuat testamen lisan yang isinya akan menyerahkan kekuasaan kepada Tan jika ia ditangkap sekutu, Hatta menolaknya. Ia menambah tiga nama: Sjahrir, Iwa Koesoema Soemantri, dan Wongsonegoro. ”Agar mewakili semua kelompok,” katanya. Selain dengan Hatta, Tan Malaka juga berselisih paham dengan Sutan Sjahrir, yang juga berasal dari Minang.

Menurut Adam Malik dalam Mengabdi Republik (1978), pada awal-awal kemerdekaan Sjahrir menolak bergabung dengan pemerintahan karena belum yakin masyarakat Indonesia menerima sepenuhnya proklamasi Soekarno-Hatta. Setelah yakin Indonesia merdeka secara de jure, Sjahrir—yang menganut ideologi sosial-demokrat—ikut mempertahankan dengan cara yang berbeda. Ketika Belanda akan kembali menghidupkan pemerintah jajahan Hindia, ia ”merapat” ke kubu Inggris-Amerika sebagai ”penguasa” baru nusantara. Sekutu memilih Sjahrir sebagai juru runding karena menganggap ”Bung Kecil” itu berpikiran modern dan disukai Belanda. Sjahrir kemudian gencar mengampanyekan politik diplomasi. Dalam kampanyenya, seperti tertuang dalam pamflet Perjuangan Kita, Sjahrir telak-telak menyatakan akan menyingkirkan semua kolaborator Jepang. Tentu saja ini menohok Soekarno-Hatta. Juga Jenderal Soedirman sebagai salah satu pemimpin tentara Pasukan Pembela Tanah Air (Peta) bentukan Jepang. Perselisihan makin runcing ketika Sjahrir menjadi perdana menteri dan mengubah sistem politik dari presidensial menjadi parlementer. Praktis ia dan Amir Syarifuddin yang berkuasa. Meski tak banyak komentar lisan, dalam Demokrasi Kita, Wakil Presiden Hatta mengecam perubahan itu. ”Kabinet parlementer tak bisa bertanggung jawab sesuai dengan fungsinya,” katanya. Jenderal Soedirman lebih jengkel lagi. Ia pun merapat ke kubu Tan Malaka yang sudah lebih dulu menentang ide Sjahrir. Maka, pada akhir medio 1940, muncul tiga dwitunggal yang punya jalan masing-masing menghadapi politik pecah belah Belanda: Soekarno-Hatta, Sjahrir-Amir, dan Soedirman-Tan Malaka. ”Jika ulah Sjahrir itu makin mengancam persatuan kita, saya tak segan mengambil kebijaksaan sendiri,” kata Soedirman kepada Adam Malik. Soedirman dan Tan Malaka lalu mengumpulkan seluruh elemen politik di Purwokerto, Jawa Tengah. Pertemuan ini menghasilkan faksi Persatuan Perjuangan yang kongresnya dihadiri 141 wakil pelbagai kubu.

Dalam silang-sengkarut itu muncul orang Minang lain yang terkenal sebagai politisi-cum-sejarawan: Muhammad Yamin. Ia aktif di Persatuan, tapi sering jalan dengan sikapnya sendiri. Tanpa konsultasi dengan pimpinan Persatuan, Yamin gencar mengkritik secara terbuka politik diplomasi Sjahrir. Sikap frontal Yamin ini kian memanaskan situasi yang berakhir dengan mundurnya Sjahrir dari kursi perdana menteri pada 28 Februari 1946. Situasi adem itu tak berlangsung lama. Tak lama kemudian Soekarno kembali menunjuk Sjahrir melanjutkan diplomasi. Keputusan ini membuat kubu Soedirman-Tan kembali meradang. Saking marahnya, para pemuda Persatuan sempat menembaki mobil Menteri Pertahanan Amir Syarifuddin yang akan masuk Istana Negara. Bahkan saling tangkap pun terjadi. Amir memerintahkan tentara menangkap Tan dan tokoh Persatuan lain. Soedirman membalasnya dengan memerintahkan pasukan Peta menangkap Sjahrir. Kedua kubu sama-sama membebaskan sandera ketika Soekarno turun tangan. Tapi konflik tak begitu saja reda, sehingga Tan terbunuh di Kediri pada Februari 1949.Sejarawan Harry A. Poeze berpendapat, perbedaan trio Minang itu karena mereka lahir dari lingkungan yang berbeda, meski sama-sama belajar Marxisme dan mendapat pendidikan Belanda. Secara adat Tan seorang raja tapi miskin secara ekonomi, sedangkan Hatta-Sjahrir kelas menengah secara ekonomi. Tan orang udik, Hatta dari Bukittinggi dan Sjahrir dari Padangpanjang dari keluarga pedagang. Meski sama-sama dibuang, Hatta-Sjahrir masih menerima penghasilan. Sedangkan Tan tak punya pendapatan pasti dalam pelarian, hidupnya susah, dan ia berteman dengan penyakit, bahkan bergaul dengan romusha di Banten Selatan. Pasase hidup yang membuatnya kian mantap menjadi Marxis dimulai ketika mengajar di sebuah perusahaan perkebunan Belanda di Deli. Ia melihat langsung bagaimana orang sebangsanya ditindas menjalani kuli kontrak. Berbeda dengan Hatta, kendati sering berseberangan, hubungan pribadi Tan dengan Sjahrir relatif bagus. Menurut Poeze, Sjahrir pernah dua kali menawari seniornya itu memimpin Partai Sosialis Indonesia. Seperti biasa, Tan menolak.

Tulisan di atas, pada prinsipnya ingin mengetengahkan bagaimana beragamnya dan dinamisnya “orang-orang besar” Minangkabau. Budaya yang memberikan peluang untuk berbeda-lah, yang akan mampu melahirkan orang-orang besar yang beragam di atas. Tulisan di atas (hanyalah) intermezo untuk “menyentakkan” kita kembali bahwa sejak dari dahulunya, Minangkabau itu amat dinamis. Tulisan-tulisan yang hadir dalam jurnal KHAZANAH Edisi kali ini, yang fokus pada topik ke-Minangkabaua-an, memperkuat “narasi besar” di atas.
 Selamat membaca !

Referensi : Devy Kurnia Alamsyah (2011), Adam Malik (1978) 
Foto : adabpadang.co.cc (c: Irhash A. Shamad)

Selasa, 13 November 2012

Melihat HAMKA dari Approach Model

Oleh : Muhammad Ilham

Artikel ini, telah dipublish di Iran Indonesian Radio & Padang-Media.com (12/11/2012)




Dalam tradisi ilmu antropologi dan sosiologi dikenal adanya pendekatan approach model (model penghampiran), menghampiri seorang tokoh dalam konteks "kehadirannya". Bila hal ini dilakukan terhadap figur seorang Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA), maka pertanyaan yang mengemuka adalah : "Seandainya HAMKA bukan anak Dr.H. Abdul Karim Amrullah atau Inyiak Rasul, apakah ia bisakita pahami seperti sekarang ini?". Mengutip David Learner yang memperkenalkan pendekatan ini, maka asumsi dasarnya tidak hanya terbatas pada terdapatnya hubungan genealogis antara anak dan ayah yang memiliki pengaruh tertentu terhadap perkembangan seseorang. Paling tidak, dari "garis keturunan" ayahnya, maka HAMKA berasal dari keturunan "menengah". Konsep "menengah" tidak dipahami sebagai suatu keluarga atau masyarakat yang berasal dari strata sosial ekonomi (sebagaimana halnya yang dipahami dalam sosiologi sebagai sektor primer), tapi untuk kasus HAMKA lebih kepada sektor "jasa" (tertier). Dengan demikian, maka HAMKA agak berbeda dengan anak-anak yang lahir pada waktu itu. Lingkungan HAMKA kala ia lahir dan tumbuh berkembang memungkinkan ia untuk memaksimalkannya secara kreatif dan optimal. Perkembangan inilah yang kemudian menuntun perkembangan pribadinya hingga tua. 

"Faktor Anak" dari Inyiak Rasul merupakan variabel penting lainnya dalam kehidupan HAMKA. Sang ayah, Inyiak Rasul, merupakan sistem lingkungan dimana sang Ayah menjadi faktor pembentuk lingkungan tertentu yang sangat mempengaruhi kesadaran intelektual HAMKA dan masyarakat sekitarnya, sebagaimana yang ditulis HAMKA dalam bukunya yang "unik-fenomenal", Ayahku. Kehadiran Inyiak Rasul dalam masyarakat Minangkabau kala itu telah melahirkan dan menstimulus lahirnya dinamika-dinamika tertentu. Konflik-konflik pemikiran "kaum muda-kaum tua" - sebagaimana yang dikatakan oleh Taufik Abdullah dan Deliar Noer - hampir secara keseluruhan dimotori oleh ayah HAMKA. Dalam situasi dan peran sosial ayahnya seperti inilah, HAMKA dibesarkan. Dan sudah barang tentu, bila Inyiak Rasul menginginkan HAMKA, anaknya, menjadi orang besar pula. Inyiak Rasul menginginkan HAMKA "menghampiri" peran dan status sosialnya. Karena itulah, dalam buku-nya Kenang-Kenangan, HAMKA mendeskripsikan "kegirangan" ayahnya ketika HAMKA lahir. Segera setelah HAMKA lahir dan mendengar tangisan melengking, Inyiak Rasul terkejut dari pembaringan dan serentak berkata : ..... "Sepuluh Tahun!!". Ini kemudian membuat nenek HAMKA bertanya pada Inyiak Rasul, "Apa maksud 10 tahun itu guru mengaji ?" (nampaknya, mertua Inyiak Rasul, orang tua dari ibu HAMKA memanggil Inyiak Rasul dengan "guru-mengaji", bukan ananda atau Angku - panggilan "guru mengaji" merupakan panggilan penghormatan yang beraurakan profesional). Inyiak Rasul menjawab bahwa HAMKA dalam umur 10 tahun diharapkan dapat belajar di Mekkah. 

Mekkah kala itu menjadi "kiblat" prestisius pencerahan intelektual, khususnya bagi orang Minangkabau. Harapan ini dikemukakan oleh Inyiak Rasul agar HAMKA dapat mengikuti jejak intelektual "leluhurnya" yang dikenal alim. Dan memang, meskipun HAMKA dalam usia 10 tahun tak belajar di Mekkah, tapi oleh ayahnya, HAMKA di "godok" di Madrasah Thawalib", suatu institusi dan sistem pendidikan yang tersohor kala itu di Nusantara (bahkan Asia Tenggara). Madrasah Thawalib merupakan eksperimen terbaik dari Inyiak Rasul. Apabila situasi sang ayah merupakan salah satu faktor dalam membentuk perkembangan intelektual HAMKA, maka faktor lainnya adalah lembaga asimilasi "adat-Islam". Lembaga ini mempercepat atau meletakkan dasar-dasar situasional bagi HAMKA untuk berkembang. Islam yang datang dari Aceh ke Minangkabau (via-Ulakan), tidaklah menghapus adat istiadat yang telah berkembang sebelumnya. Bahkan menurut HAMKA (termasuk Tan Malaka), adat Minangkabau yang disusun oleh Islam atau dipakai oleh Islam untuk melancarkan kehendaknya, mengatur masyarakat Minangkabau dengan alat yang telah tersedia padanya. Termasuk didalamnya mekanisme pengaturan harta pusaka suku yang turun temurun menurut jalur keibuan (matriarkal). 

Oleh karena itu, HAMKA menilai bahwa Islam di Minangkabau bukanlah tempelan dalam adat, melainkan suatu susunan Islam yang dibuat menurut pandangan Minangkabau. Dalam situasi "adat-Islam" yang telah terasimilasikan dalam bentuknya yang sedemikian rupa-lah yang menyebabkan proses sosialisasi nilai-nilai Islam berjalan lancar kedalam diri HAMKA. Sebab, disamping masyarakat telah bertingkah laku sebagaimana yang dikehendaki oleh Islam, juga dalam masyarakat semacam itulah akan tumbuh berkembangnya dengan potensial lembaga-lembaga pendidikan Islam dalam jumlah yang sangat besar menjadi sesuatu hal yang tidak mustahil. Peran sosial serta harapan ayah HAMKA terhadap dirinya diperkuat dengan situasi kemasyarakatan semacam itu. Namun, dalam konteks pendekatan "penghampiran", maka dua variabel tersebut diatas belum cukup melahirkan seorang HAMKA.

Faktor-faktor lain juga harus diperhitungkan. Sebagaimana Rudolf Mrazek dan Harry Poetsze memperhatikan faktor determinisme geografis dan kampung halaman lahirnya Tan Malaka dalam membentuk kepribadian Tan Malaka, maka situasi kampung halaman tempat dimana HAMKA dilahirkan juga menjadi variabel yang cukup berpengaruh. Hal ini terefleksi dalam buku Kenang-Kenangan Jilid I. HAMKA, dalam buku ini, mengakui betapa kampung halamannya mempengaruhi pembentukan pribadinya. HAMKA yang anak ulama besarini dilahirkan di tepi danau Maninjau, di Tanah Sirah Sungai Batang. Alam yang indah, sejuk dan inspiratif ini memberikan dan merangsang daya imaginasi seorang HAMKA. HAMKA menulis : "Tidak mengapa ! anak itu pun duduk dengan sabarnya memandang danau, memandang biduk, memandang awan, memandang sawah yang baru dibajak di seberang lubuk dihadapan rumahnya, mendengar kicau murai, kokok ayam berderai". "Anak" dalam penceritaan diatas tak lain tak bukan adalah personifikasi HAMKA sendiri, ketika mengalami kesendirian ditinggal pengasuhnya, sementara neneknya (yang biasa dipanggilnya dengan "anduang") pergi ke sawah, sedangkan ayah HAMKA (Inyiak Rasul) dan ibunya ada di Padang Panjang, memenuhi permintaan masyarakat untuk mengajar disana.

Ketiga variabel diataslah yang mempengaruhi perkembangan intelektual dan daya imaginasi serta kepribadian HAMKA. Untuk "menghampiri" ketokohan HAMKA, variabel-variable ini harus dilihat sebagai sesuatu yang saling berinteraksi dan memperkuat satu sama lain. Dan HAMKA berada "ditengah-tengahnya." Peran sosial dan harapan Inyiak Rasul bertemu dengan lingkungan ke-Islaman yang telah melembaga dan terintegrasi dalam masyarakat. Sementara lingkungan alam memberikan kontribusi menumbuhkembangkan daya imaginasinya serta memperkuat daya kreasi dan penerimaannya terhadap peran sosial ayahnya yang ulama besar itu.(IRIB Indonesia/Padangtoday/PH)

Referensi : Hamka (1987), Fachry Ali (1991)