Jumat, 08 Juni 2012

Rancangan Kerjasama Sama Penelitian dengan Kerajaan Brunei Darussalam


Oleh : Yulizal Yunus & Muhammad Ilham (et.al)

Kawasan Budaya Melayu adalah salah satu kawasan perkembangan budaya Islam diantara kawasan kawasan besar budaya Islam seperti Arab, Irak, Turki dan Afrika Hitam. Pertumbuhan dan perkembangan Islam di kawasan ini telah mempertemukan Islam dengan tradisi-tradisi lokal yang beragam, namun dalam pertumbuhannya telah melahirkan dinamika yang spesifik, terutama dalam perkembangan tradisi keilmuan Perkembangan Tradisi keilmuan (intelektual) dan socio-cultural  di kawasan rumpun Melayu secara historis pada dasarnya telah berlangsung lama semenjak masuk dan berkembangnya Islam di wilayah ini. Selama lebih dari empat abad tradisi keilmuan dan perkembangan sosial budaya menghiasi perjalanan hidup masyarakat Melayu-Nusantara. Penyebutan Rumpun Melayu-Nusantara, menurut Azyumardi Azra, lebih didasarkan pada kesamaan aspek Socio-cultural dan sistem religi (Islam) yang bekembang dan dianut oleh masyarakat yang hidup di negara-negara kawasan Asia Tenggara, yakni Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, sebagian Philipina, Thailand, Vietnam, Kamboja dan sebagian masyarakat Islam Afrika Selatan dan Bengladesh (Azra, 1999). 

Kenyataan tersebut semakin memperkuat dugaan bahwa nilai-nilai ajaran Islam (the spirit of Islam) sudah merupakan akar budaya bangsa-bangsa rumpun Melayu.  Bahkan dalam tataran yang lebih luas, the spirit of Islam tersebut mampu diperankan sebagai etos pembangunan. Oleh karenanya sebutan Melayu lebih identik dengan Islam. Ketika wilayah-wilayah rumpun Melayu (Nusantara) dikuasasi oleh negara-negara Barat (Inggris, Belanda, dan Portugis), kejayaan dan kekuatan politik Melayu-Islam dan segenap tradisi keilmuan serta socio-cultural mulai mengalami kemunduran. Satu demi satu kesulthanan Islam yang ada di lingkungan Melayu Nusantara jatuh di bawah kekuasaan penjajah. Bahkan akhir dari intervensi Barat menjadikan rumpun Melayu terpecah kepada beberapa negara nasional, di mana antara satu sama lain telah dibatasi oleh garis demarkasi yang tidak boleh dilanggar. Akibatnya spirit ke-Melayu-an seakan-akan telah hilang. Pengalaman sejarah yang pahit ini secara politis sangat merugikan bangsa-bangsa Melayu. Kekuatan bangsa Melayu yang pada masa lalu terjalin kuat, kini pecah. Bahkan dalam percaturan politik internasional agak terpinggirkan. 

Oleh karena itu berbagai langkah untuk menghimpun kembali kekuatan bangsa-bangsa Melayu, terutama Indonesia dan Brunei Darussalam dalam berbagai bidang (terutama bidang sosio cultural dan tradisi keilmuan) sangat mungkin dilakukan. Kreatifitas penelitian dan misi kebudayaan adalah salah satu upaya menggali tradisi sejarah yang pernah berkembang pada masa lalu, perlu dipererat. Ini sangat diperlukan, karena bangsa-bangsa rumpun Melayu dihadapkan kepada persaingan global, terutama dengan negara-negara Barat non-Muslim yang sangat kompetitif terutama dalam hal kemajuan teknologi. Amir Syakib Arsalan, salah seorang intelektual Muslim Mesir, melalui bukunya yang berjudul : Limaza taakhkhara al-muslimuun, wa limaza taqadam ghairuhum (1939), seakan-akan memberikan spirit berarti bagi membangkitkan kesadaran umat Islam tak terkecuali Muslim rumpun Melayu, agar mampu menggapai kemajuan yang saat ini berkembang sangat pesat. 

Bertitik tolak dari kenyataan tersebut di atas, maka Lembaga Penelitian IAIN Imam Bonjol Padang mengajukan tawaran kerjasama dengan kerjaan Brunei Darussalam dan mana-mana pertubuhan di bawah naungan Kerajaan (seumpama Universiti Brunei Darussalam atau Institut Pengajian Islam Omar Ali Saifuddin) untuk menggali kemajuan tradisi intelektual dan sosial budaya yang pernah dicapai oleh bangsa-bangsa Melayu-Nusantara masa lalu melalui sebuah jaringan penelitian. Mempererat hubungan silaturrahmi dan bertukar pikiran diantara cendikiawan, intelektual, ilmuan dan budayawan dua bangsa serumpun. Mengungkapkan kemajuan tradisi intelektual dan tradisi budaya yang pernah berkembang di antara kedua bangsa serumpun, terutama antara Minangkabau dan Brunei Darussalam. Menggali dan mengumpulkan data keilmuan dan sosial budaya (persamaan dan perbedaan) yang berkembang di antara kedua bangsa serumpun, kemudian disosialisasikan dan dijadikan sebagai acuan untuk mencapai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi masa depan. Terjalinnya hubungan yang erat antara insan akademik kedua bangsa serumpun (Minangkabau dan Brunei Darussalam) dalam upaya menggali tradisi budaya dan tradisi keilmuan, sehingga kekayaan intelektual dan kultural masyarakat Melayu masa lalu dapat dikenali oleh generasi masa kini dan masa datang. Tema pokok penelitian ini adalah : 

“Mencari Akar Identitas Budaya Melayu Islam : Studi Komparasi  Realitas Budaya di Minangkabau dan Brunei Darussalam”. 

Untuk tema pokok tersebut di atas, dirancangkan beberapa topik sebagai berikut : 

Pemikiran Syekh Thaher Jalaluddin Al-Falaki dan Pembaharuan Pemikiran Islam di Minangkabau dan Malaysia (in-clude Brunei Darussalam Awal Abad XX). 

Tulisan Jawi (Arab Melayu) dan Tradisi Intelektual di Rumpun Melayu-Nusantara :  Studi tentang Peranan Tulisan Jawi dalam Perkembangan Islam dan Tradisi Keilmuan di Brunei Darussalam dan Minangkabau. 

Diktum  Adat Basandi Syara’ , Akar Tradisi Sosio Kultural Melayu-Islam (Kajian Antropo-Historis Brunei Darussalam dan Minangkabau). 

Haji Abdul Malik Karim Amarullah (HAMKA) dan Pengaruh Pemikirannya di Brunei Darussalam. 

Topik-topik di atas adalah beberapa alternatif yang masing-masing dapat dikembangkan ke dalam proposal lengkap, serta akan di tambah dan diubah-suaikan sejalan dengan tema pokok penelitian, setelah didapatkan persepakatan kerjasama Kerajaan Brunei Darussalam/Pertubuhan Pendidikan Tinggi Islam di Brunei Darussalam, pada masa yang akan datang. 

(Proposal lengkap, tidak dipublish)

Sumber foto : jppn.com

Tidak ada komentar: